Di samping itu, AHY mengungkapkan, terdapat satu pemohon JR AD/ART yang kini mengakui kesalahannya, meminta maaf, dan memohon agar diterima kembali sebagai kader Partai Demokrat.
Seperti diketahui, empat pemohon JR AD/ART ini merupakan para eks kader Demokrat yang telah dipecat lantaran menyeberang ke kubu Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang.
"Terhadap mantan kader yang menyadari kesalahan dan mau memperbaiki kesalahannya tersebut, saya tentu akan memaafkan dan menerimanya kembali sebagai kader Partai Demokrat," kata AHY.
"Sedangkan untuk tiga orang lainnya, yang tidak mengakui kesalahannya, atau telah gelap mata dan dibutakan oleh janji-janji KSP Moeldoko, maka tentu saya harus mengambil sikap yang tegas," ujar dia.
Baca juga: AHY: Moeldoko Tidak Berhak Ganggu Rumah Tangga Partai Demokrat
Ia juga berpesan kepada kader Demokrat agar tetap rendah hati dan tidak bereuforia atas kandasnya JR AD/ART Partai Demokrat di MA.
Ia berharap, putusan MA ini dapat menjadi preferensi bagi hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menangani perkara terkait konflik antara Partai Demokrat dan KLB Deli Serdang.
Yusril anggap putusan MA sumir
Sementara itu, kuasa hukum pemohon JR Yusril Ihza Mahendra menganggap putusan MA itu sumir tetapi tetap harus dihormati.
"Pertimbangan hukum MA terlalu sumir dalam memutus persoalan yang sebenarnya rumit berkaitan dengan penerapan asas-asas demokrasi dalam kehidupan partai. Tetapi itulah putusannya dan apapun putusannya, putusan itu tetap harus kita hormati," ujar Yusril dalam keterangan tertulis.
Yusril mengaku tidak sependapat dengan MA. Ia menilai, AD/ART tidak sepenuhnya mengikat ke dalam tetapi juga keluar.
Ia mencontohkan, AD/ART partai politik juga mengatur syarat menjadi anggota partai. Menurut Yusril, syarat itu mengikat setiap orang yang belum ingin menjadi anggota partai.
Yusril pun berpendapat, pertimbangan hukum MA dalam memeriksa perkara ini terlihat sangat elementer.
Baca juga: Gugatan AD/ART Demokrat Kepengurusan AHY Ditolak, Yusril: Putusan MA Sumir, tapi Harus Dihormati
Ia menilai, pertimbangannya masih jauh untuk dikatakan masuk ke area filsafat hukum dan teori ilmu hukum untuk memahami pembentukan norma hukum secara mendalam.
Karena itu, dia dapat memahami mengapa MA sampai pada keputusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima tanpa memandang perlu untuk memeriksa seluruh argumen yang dikemukakan dalam permohonan.
"Walaupun secara akademik putusan MA tersebut dapat diperdebatkan, namun sebagai sebuah putusan lembaga peradilan tertinggi, putusan itu final dan mengikat," kata mantan Menteri Hukum dan HAM itu.