Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Soekarno Tenangkan Rakyat Surabaya Sebelum Pecahnya Pertempuran 10 November

Kompas.com - 10/11/2021, 17:10 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pertempuran pada 10 November 1945 di Surabaya, Jawa Timur, yang terjadi 76 tahun silam, dikenang sebagai Hari Pahlawan.

Kala itu, arek-arek Surabaya dengan penuh keberanian melawan serbuan tentara Inggris yang sebelumnya mengultimatum agar mereka menyerahkan senjatanya sebelum pukul 06.00 pagi pada 10 November 1945.

Ultimatum itu keluar setelah tertembaknya Jenderal Mallaby dari Inggris yang menjadi pemimpin operasi tentara sekutu dalam rangka pelucutan senjata tentara Jepang di Indonesia, menyusul kekalahan Jepang.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Pertempuran 10 November 1945

Kendati demikian, sebelum tertembaknya Jenderal Mallaby, situasi keamanan di Surabaya dan kota-kota yang menjadi titik pendaratan pasukan sekutu sudah memanas sejak pasukan yang dipimpin Inggris itu tiba di Tanah Air.

Dalam autobiografinya yang berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, sang proklamator, Presiden Soekarno, mengisahkan bahwa terjadi kekacauan di Surabaya sejak tentara Inggris mendarat sebelum pecah pertempuran 10 November.

Kekacauan terjadi karena rakyat menolak kedatangan tentara Belanda yang ikut dalam rombongan tentara Inggris ke Indonesia. Rakyat yang telah mengambil alih senjata milik tentara Jepang juga menolak menyerahkan senjata mereka kepada tentara Inggris.

Gesekan antara rakyat Surabaya dengan tentara Inggris pun tak terhindarkan. Karena tak mampu menangani amukan rakyat Surabaya, Inggris pun meminta bantuan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta untuk menenangkan mereka.

Setibanya di Surabaya, dalam autobiografinya itu, Bung Karno menggambarkan suasana Surabaya sangat mencekam. 

Baca juga: Haedar Nashir: Hari Pahlawan Jangan Jadi Seremonial Belaka

"Di setiap penjuru jalan terjadi perkelahian hebat satu lawan satu. Mayat bergelimpangan di mana-mana," tutur Soekarno.

Soekarno dan Hatta lalu berunding dengan para jenderal tentara Inggris. Dalam perundingan tersebut kedua belah pihak menyetujui adanya gencatan senjata.

Tentara Inggris memberikan sebuah jip kepada Soekarno untuk berkeliling menentramkan keadaan yang sedang kacau.

"Aku berkeliling ke seluruh penjuru di mana saja pahlwan-pahlawan muda kami berada dan berbicara berhadap-hadapan muka dengan mereka. Masing-masing (dari mereka) memegang senjata dengan laras terisi dan tidak terkunci," kata Bung Karno.

"Seorang pemuda berumur kira-kira 16 tahun berdiri di dekatku, memegang senapannya tegak lurus dan menampung setiap kata yang keluar dari mulutku. Ketika aku mengatakan sesuatu, semangatnya meluap, dan Dor! Senapan terkutuk itu meletus tepat di belakang telingaku," ujar Soekarno.

Baca juga: Usmar Ismail, Bapak Film Nasional yang Kini Jadi Pahlawan Nasional

Namun, upaya Soekarno dalam menenangkan masyarakat Surabaya saat itu tak berbuah manis. Situasi kian memanas terutama setelah Jenderal Mallaby tertembak. Inggris pun mengultimatum rakyat Surabaya segera menyerahkan senjata mereka sebelum pukul 06.00 pada 10 November 1945.

Rakyat Surabaya menolak tegas ultimatum tersebut. Pertempuran 10 November pun pecah dan dikenang sebagai salah satu pertempuran yang dahsyat dalam upaya mempertahankan kemerdekaan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Nasional
Halalbihalal Merawat Negeri

Halalbihalal Merawat Negeri

Nasional
Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com