JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan My Esti Wijayati mengajak semua pihak mendukung Peraturan Mendikbud Ristek (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Esti mengatakan, kebijakan tersebut langkah tepat dalam rangka mencegah tindak kekerasan seksual di lingkungan kampus.
“Langkah cepat agar kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi bisa dicegah lebih dini dan bisa dilakukan penanganan sesegera mungkin jika itu terjadi,” kata Esti kepada wartawan, Rabu (10/11/2021).
Baca juga: Permendikbud PPKS Timbulkan Pro-Kontra, Menteri Nadiem Disarankan Buka Ruang Dialog
Adapun, kebijakan ini muncul di tengah ketiadaan hukum yang jelas terkait penanganan kekerasan seksual.
Menurut Esti, Badan Legislasi DPR RI saat ini sedang dilakukan pembahasan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sehingga masih belum bisa diimplementasikan.
Selain itu, Esti mengatakan, beleid ini diterbitkan berdasarkan kajian dan analisa terhadap kejadian-kejadian yang ada di lingkungan kampus.
“Jadi, Permendibud Ristek ini tidak bisa diartikan sebagai bentuk pelegalan terhadap terjadinya hubungan seksual suka sama suka di luar pernikahan maupun pelegalan LGBT,” tegasnya.
Diketahui, Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 diterbitkan pada 31 Agustus 2021.
Kendati mendapat apresiasi, permendikbud ristek ini juga dikritik karena dinilai cacat formil dan materil.
Salah satu kecacatan materil, menurutnya, terletak dalam Pasal 5 ayat (2) yang memuat consent dalam bentuk frasa ”tanpa persetujuan korban”.
“Pasal 5 Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan,” kata Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah Lincolin Arsyad dalam keterangan tertulis, Senin (8/11/2021).
Secara terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbud Ristek, Nizam mengatakan, aturan ini hanya fokus pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus.
Ia mengatakan, kekerasan seksual adalah masalah yang sangat mengkhawatirkan, namun tidak memiliki payung hukum yang jelas.
“Selama ini tidak ada payung hukum bagi pencegahan dan penindakan atas kejahatan atau kekerasan seksual yang terjadi di kampus-kampus kita,” kata Nizam kepada Kompas.com, Rabu (10/11/2021).
Baca juga: Polemik Permendikbud PPKS, LBH APIK: “Consent” Bisa Jadi Batasan Terjadinya Kekerasan Seksual
Menurutnya, Permendikbud Ristek 30/2021ini sama sekali tidak melegalkan seks bebas.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, consent dalam isi beleid tersebut merujuk pada konteks adanya unsur pemaksaan terkait suatu tindak kekerasan.
“Dalam KBBI kekerasan adalah sesuatu yang dipaksakan, ada unsur pemaksaan. Jadi kata consent tersebut dalam konteks unsur pemaksaan tadi. Sama sekali tidak ada dalam pikiran kami untuk melegalkan perzinaan,” tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.