Taufik pun menambahkan, adanya ketimpangan relasi kuasa memberikan potensi terjadinya pelanggaran hak tersebut, khususnya dalam bentuk kekerasan seksual.
Sementara itu, ia juga mengatakan, banyak orang masih memandang kekerasan seksual sering dipandang sebagai suatu hal yang tidak penting, perbuatan wajar atau bahkan dipandang sebagai akibat dari kesalahan korban.
"Melalui aturan hukum ini diharapkan dapat membangun perspektif yang utuh terhadap pentingnya jaminan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan atas hak asasi manusia dan memanusiakan manusia," ujar Taufik.
Taufik berharap mekanisme pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di llingkungan perguruan tinggi yang dikeluarkan Kemendikbud Ristek serta Kementerian Agama dapat menjadi penyemangat dalam penyelesaian RUU Penghapusan Kekerasan Seksual atau Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Adapun, tahun 2019 juga sudah terbit Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Nomor 5494 Tahun 2019 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam tahun 2019.
"Ini menjadi penyemangat bagi DPR untuk segera menuntaskan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang diharapkan akan menjadi payung hukum bagi upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di Indonesia yang sudah dalam kondisi darurat ini," tutur Taufik.
Adapun, Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 telah diterbitkan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021.
Salah satu isi dari beleid itu, Nadiem meminta perguruan tinggi melakukan penguatan tata kelola pencegahan kekerasan seksual dengan membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.