Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Perlukah Reshuffle Kabinet Pasca-pergantian Panglima TNI?

Kompas.com - 09/11/2021, 12:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PROSES uji kelayakan dan kepatutan calon Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa di Komisi I DPR berjalan mulus. Rapat Paripurna DPR mengesahkan persetujuan parlemen terhadap calon tunggal panglima TNI yang diajukan Presiden Joko Widodo (Senin, 8 November 2021).

Baca juga: DPR Setujui Jenderal Andika Perkasa Jadi Panglima TNI

Pergantian panglima TNI bisa menjadi pembuka pintu gerbong perombakan kabinet Jokowi. Risiko politik jika reshuffle dilakukan di tahun ketiga di periode kedua ini lebih rendah ketimbang di tahun keempat atau kelima. 

Reshuffle mendesak dilakukan untuk mengakomodasi Partai Amanat Nasional yang baru bergabung dalam koalisi gemuk Jokowi. Tidak ada makan siang, sarapan, atau makan malam “gretongan” dalam politik.

Selain itu, reshuffle kabinet tentu tidak akan efektif mendukung kinerja pemerintahan jika dilakukan di akhir masa jabatan.

Konsolidasi birokrasi juga tidak maksimal jika menteri baru hanya memiliki masa kerja yang singkat.

Selain itu dari aspek politik, bongkar pasang jelang berakhirnya kekuasaan presiden sangat tidak menguntungkan dalam konstruksi politik koalisi partai-partai pengusung dan pendukung.

Seperti jalannya rangkaian gerbong kereta api, pergantian Panglima TNI dari Marsekal Hadi Tjahjanto ke Jenderal Andika Perkasa tentunya akan diikuti oleh mutasi dan promosi di tubuh TNI Angkatan Darat. Hadi Tjahjanto memasuki masa purna tugas.

Pertanyaannya, ke mana Hadi Tjahjanto akan berlabuh?

Secara chemistry, hubungan Hadi dan Jokowi sudah terjalin lama sejak Hadi menjadi Komandan Pangkalan Udara Adisumarmo, Surakarta, dan Jokowi menjabat Walikota Surakarta.

Di awal Jokowi menjadi RI-1, Hadi didapuk menjadi Sekretaris Militer Presiden (2015-2016). Hadi juga menjabat Kepala Staf Angkatan Udara di periode pertama kepesidenan Jokowi. Puncaknya, Hadi diangkat sebagai Panglima TNI di saat era Jokowi.

Keberhasilan Hadi sebagai Panglima TNI adalah pelibatan personel TNI dari semua matra (darat, laut, dan udara) dalam penanggulangan Covid-19.

Hadi juga menggerakkan alat-alat transportasi TNI ke berbagai penjuru tanah air untuk mendukung program vaksinasi.

Kapal TNI AL dikerahkan hingga ke pulau-pulau terluar di Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau, yang berbatasan dengan Laut China Selatan. Pesawat angkut TNI juga terbang hingga ke Langgur di Kabupaten Maluku Tenggara, Maluku.

Kapal rumah sakit Dr Soeharso milik TNI AL berbobot 16 ribu ton pun “wira-wiri” ke berbagai belahan wilayah Indonesia untuk dijadikan rumah sakit terapung bagi korban Covid.

Keterlibatan personel TNI dalam penanggulangan Covid di wisma-wisma isolasi hanya bisa disaingi oleh pelibatan personel Angkatan Bersenjata Tiongkok dalam hal kuantitas personel. Tim medis TNI sangat berperan besar dalam hal vaksinasi di tengah keterbatasan tenaga medis sipil.

Di era Hadi Tjahjanto, hubungan militer TNI dengan negara-negara tetangga berjalan baik. Kontribusi TNI untuk misi perdamaian PBB hingga jelang berakhirnya masa jabatan Hadi di TNI tetap berjalan terus.

Terakhir, TNI memberangkatkan 215 prajuritnya yang tergabung dalam Satuan Tugas Kompi Zeni TNI Konga XXXVII-H/MINUSCA CAR untuk mengemban misi perdamaian di bawah bendera PBB di Republik Afrika Tengah (Minggu, 7 November 2021).

Saat kebakaran hutan dan lahan menimpa Australia di akhir Januari 2020, TNI juga mengirim Satuan Tugas Garuda RI di Distrik Eden, New South Wales (Kompas.com, 01/02/2020).

Baca juga: Ini Tugas Satgas Garuda di Lokasi Kebakaran Hutan Australia

 

Di tengah eskalasi konflik yang semakin meningkat di Laut China Selatan, TNI dibawah kepemimpinan Hadi Tjahjanto juga berhasil merangkul semua negara.

Serangkaian latihan militer bersama juga digelar di tengah perebutan pengaruh Tiongkok– Amerika Serikat dan Rusia.

Bukti kedekatan dengan berbagai angkatan bersenjata negara lain terlihat saat musibah tenggelamnya kapal selam Nanggala 402 di Perairan Utara Bali pada 21 April 2021. Hampir semua unsur militer negara sahabat bahu membahu mencari keberadaan Nanggala.

Mengapa harus reshuffle?

Walau reshuffle adalah hak prerogratif presiden, tentu Jokowi memahami kinerja kabinet di masa pandemi tidak sesuai harapan publik.

Hasil survei Litbang Kompas terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin di periode Oktober 2021 menunjukkan kepuasan publik yang semakin turun.

Dibanding April 2021, kepuasan publik turun 2,7 persen. Sedangkan di Oktober 2021, tingkat kepuasan publik mencapai angka 66,4 persen.

Litbang Kompas menguraikan, tren kepuasan publik terefleksi pada fluktuasi nilai kepuasan kinerja pemerintahan di berbagai bidang seperti politik dan keamanan, hukum, ekonomi dan kesejahteraan sosial.

Terdapat anomali terkait kecenderungan pelemahan di bidang politik dan hukum, sementara di bidang kesejahteraan sosial cenderung bertahan, dan di bidang ekonomi menguat.

Penguatan di bidang ekonomi berkaitan dengan kemampuan pemerintah mempertahankan perfoma perekonomian nasional di tengah wabah.

Sebaliknya di ranah politik dan keamanan, kepuasan terhadap kinerja pemerintah merosot drastis dari 77 persen pada April 2021 menjadi 70,8 persen di Oktober 2021.

Selanjutnya di bidang hukum, capaian angka kepuasan juga merosot dari 65,6 persen pada April 2021 menjadi 60,6 persen pada periode Oktober 2021.

Publik menganggap, masalah suap dan jual beli kasus maupun isu terkini pemberantasan korupsi belum membaik.

Isu lain yang terus berkembang yaitu polemik terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Peran Jokowi sebagai kepala negara yang ditunggu dalam menengahi kisruh internal KPK tidak memenuhi harapan publik.

Survei Litbang Kompas menggunakan metode penelitian pengumpulan pendapat melalui wawancara tatap muka terhadap 1.200 responden yang dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 34 provinsi pada 26 September hingga 9 Oktober 2021.

Survei ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dengan margin of error kurang lebih 2,8 persen.

Baca juga: Litbang Kompas: Tingkat Kepuasan Publik terhadap Jokowi-Maruf di Bidang Polkam Naik, Ekonomi Turun

Beberapa lembaga survei yang mengukur tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi sebelum survei Litbang Kompas juga menunjukkan tren penurunan.

Salah satunya Survei Indikator Politik Indonesia. Di periode 30 Juli–4 Agustus 2021 tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah dalam menangani pandemi sebesar 61 persen.

Dibandingkan dengan survei serupa tiga bulan sebelumnya, persentase itu mengalami kemerosotan 6,3 persen.

Respons publik terhadap kemampuan Jokowi dalam mengatasi pandemi juga mengalami penurunan, dari 56,5 menjadi 54,3 persen.

Survei ini dilaksanakan dengan cara wawancara tatap muka dengan jumlah responden sebanyak 1.220 orang.

Penarikan sampel menggunakan multistage random sampling. Survei ini memliki margin of error kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen (Kompas.com, 25/08/2021).

Baca juga: Survei Indikator: Tingkat Kepuasan terhadap Kinerja Jokowi 59,3 Persen, terhadap Maruf di Bawah 50 Persen

Benturan kepentingan bisnis di kabinet Jokowi

Jika reshuffle kabinet harus ditempuh presiden, hendaknya perombakkan kabinet memang didasarkan kepada peningkatan kerja untuk menuntaskan program-program pembangunan yang digagas Jokowi.

Reshuffle bukan untuk bagi-bagi kue kekuasaan. Seusai Jokowi lengser, tidak boleh ada proyek yang mangkrak apalagi bermasalah. Jokowi harus meninggalkan legacy yang terhormat.

Ibarat orkestra, alunan beberapa alat musik yang dimainkan pemain terlihat sumbang. Demikian juga yang muncul di media dan dirasakan publik.

Saya yang bekerja di sektor swasta dan usaha mandiri yang mengandalkan transportasi udara, begitu menderita dengan segala aturan tetek bengek persyaratan perjalanan selama pandemi.

Mulai dari rapid test dengan model tusuk jarum di jari dan suntik di lengan, lalu berganti swab antigen di hidung, kemudian PCR untuk kebutuhan pelengkap dokumen perjalanan.

Selain tidak berharga murah, aturan itu juga membingungkan karena selalu berubah-ubah. GeNose yang merupakan temuan para peneliti Universitas Gajah Mada dan berbiaya murah justru tidak mendapat dukungan.

Terkait tes-tes itu, publik terperangah usai majalah Tempo Edisi 1-7 November 2021 menurunkan laporan utama tentang Para Penikmat Cuan PCR.

Ternyata beberapa menteri di kabinet Jokowi terkait dalam bisnis uji laboratorium pendeteksi Covid. Para menteri yang terlibat sudah membantah kalau mereka mengambil keuntungan dari bisnis ini. Mereka mengklarifikasi, keterlibatan mereka hanyalah bentuk kepedulian terhadap penanganan pandemi sekaligus merupakan aksi sosial.

Di luar masalah bisnis PCR, ada juga menteri yang memiliki syahwat politik tinggi jelang Pilpres 2024.  Hampir semua anjungan tunai mandiri menampilkan wajah sang menteri. Apa tidak ada cara yang elegan?

Kasus lain adalah soal sepak terjang Kepala Staf Kepresidenan yang mengintervensi rumah tangga partai lain. Sungguh tak elok karena ia  merepresentasikan wajah Istana.

Presiden juga dipermalukan oleh ulah para pembantunya ketika konsep pembangunan kereta cepat Jakarta–Bandung awal mula digagas.

Dari semula tidak menggunakan skema pembiayaan APBN kini ternyata menggunakan dana APBN. Jokowi terjebak pada dua pilihan: jika tidak dilanjutkan akan menjadi monumen pembangunan yang berpotensi mangkrak, sementara jika diteruskan akan menjilat ludah sendiri soal penggunaan dana APBN. 

Sekali lagi, perlu tidaknya reshuffle adalah ranah prerogatif presiden. Kalau pun Jokowi berani berbenah membersihkan kabinetnya maka pasca-penggantian Panglima TNI menjadi momentum yang tepat.

Jika diibaratkan permainan sepakbola, begitu banyak pemain yang berkualitas hanya duduk di bangku pemain cadangan.

Sementara, pemain inti asyik berkutat sendiri di lapangan tanpa skema penyerangan dan pertahanan yang jelas. Ini berpotensi membuat kesebelasan kalah di pertandingan.

Saatnya coach Jokowi melakukan penggantian pemain. Cukup sudah dan istirahatkan pemain yang tidak bisa berlari apalagi tidak bisa menerima arahan pelatih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com