MA memiliki sejumlah alasan dalam mengabulkan uji materi itu. Pertama, pemidanaan dengan memenjarakan tak hanya dilakukan untuk memberi efek jera, tetapi harus sejalan dengan prinsip restorative justice.
Kedua, MA menilai narapidana adalah subyek yang sama dengan manusia lainnya, yang berarti sangat mungkin berbuat khilaf.
Maka, yang mesti diberantas bukan narapidananya, melainkan faktor-faktor penyebab tindak pidana itu terjadi.
Ketiga, persyaratan mendapatkan remisi tidak boleh dibeda-bedakan. Jika tidak, dapat menggeser konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang ditetapkan.
MA juga meminta agar syarat pemberian remisi di luar syarat pokok, semestinya menjadi hak remisi di luar hak hukum yang telah diberikan.
Terakhir, MA memandang bahwa pemberian remisi merupakan kewenangan lembaga pemasyarakatan (lapas).
Wana menilai, akibat putusan itu, korupsi tak lagi dinilai sebagai kejahatan luar biasa atau extraordinary crime.
Sebab, berdasarkan latar belakang dan dampaknya, tindak pidana korupsi membawa sejumlah kerugian ketimbang tindak pidana umum lainnya. “Padahal, korupsi menyebabkan kemiskinan, kerugian negara, dan lain sebagainya,” ucapnya.
Wana mengungkapkan, putusan MA ini mendegradasi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Ia berpandangan, putusan ini akan semakin memudahkan koruptor untuk mendapatkan remisi, padahal selama ini tren vonis terbilang ringan.
“Dalam laporan tren vonis pada 2020, rata-rata vonis yang diterima terdakwa kasus korupsi hanya 3 tahun 1 bulan,” ungkap dia.
Dampaknya, kata Wana, para koruptor tidak akan merasa jera atas tindakan yang dilakukannya itu.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana berpendapat, putusan MA ini menunjukkan agenda pemberantasan korupsi mengalami kemunduran.
Ia menuturkan, semangat pemberantasan korupsi yang menjadi cita-cita reformasi perlahan dilumpuhkan. Denny menduga sebentar lagi obral remisi untuk koruptor akan terjadi.
“KPK sudah mati suri melalui perubahan Undang-Undang (KPK), pengetatan remisi kembali dihilangkan, sehingga sebentar lagi kita akan kembali mengalami obral remisi,” paparnya.
“Dan kita akan semakin permisif pada terhadap para pelaku korupsi,” imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.