JAKARTA, KOMPAS.com - Rapat paripurna terkait persetujuan Jenderal Andika Perkasa menjadi Panglima TNI, Senin (8/11/2021), diwarnai interupsi yang tidak dihiraukan oleh Ketua DPR Puan Maharani.
Interupsi itu diajukan oleh anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahmi Alaydroes.
Fahmi mengajukan interupsi ketika Puan hendak menutup rapat dan menyampaikan terima kasih atas kelancaran rapat.
"Dewan yang kami hormati, dengan demikian selesai rapat paripurna," kata Puan saat memimpin rapat, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Baca juga: Gagal Ajukan Interupsi di Rapat Paripurna, Anggota DPR Sindir Puan
"Saya minta waktu pimpinan interupsi, pimpinan saya minta waktu, mohon maaf saya minta waktu, saya anggota minta waktu pimpinan," ucap Fahmi, di saat yang berbarengan.
Namun, interupsi Fahmi itu tidak dihiraukan Puan hingga palu diketuk tanda berakhirnya rapat paripurna.
Setelah palu diketuk, Fahmi sempat menyindir Puan.
"Bagaimana mau jadi capres (calon presiden), hak konstitusi kita enggak dikasih," sindir Fahmi.
Kewenangan pimpinan
Ketua Fraksi PDI-P Utut Adianto angkat bicara soal insiden tersebut. Utut menilai, pimpinan rapat memiliki wewenang untuk menerima atau menolak interupsi yang diajukan.
"Yang memimpin sidang itu berhak, interupsi diterima atau tidak," kata Utut, seusai rapat paripurna.
Utut menjelaskan, rapat paripurna hari itu memang memiliki agenda tunggal yaitu pengesahan Jenderal Andika Perkasa menjadi Panglima TNI yang baru.
Dengan demikian, menurut dia, interupsi dapat dilakukan pada agenda rapat paripurna selanjutnya.
"Tadi kan di awal sudah dibilang, agendanya tunggal, yaitu masalah laporan Komisi I mengenai Panglima TNI, kan sudah," kata dia.
Baca juga: Interupsi yang Hendak Disampaikan Anggota F-PKS Tak Dihiraukan Puan, Ini Kata Ketua Fraksi PDI-P
"Interupsi bisa di tempat lain, supaya kesakralannya bisa terjaga," kata Wakil Ketua Komisi I DPR itu.