Sedemikian tingginya citra yang terbentuk, membuka ruang lebar bagi kepemimpinan. Begitu pula, mengacu pada hasil survei dua tahun sebelumnya menunjukkan jika tiga perempat responden menoleransikan kepemimpinan yang berlatar militer.
Hanya saja, citra TNI yang sedemikian tinggi itu belum banyak berelasi pada ketertarikan publik pada kehadiran para tokoh militer saat ini.
Kehadiran Gatot Nurmantyo dalam peta persaingan calon presiden, misalnya, sudah sejak Pemilu 2019 ternominasikan.
Popularitasnya sebagai calon presiden tergolong tinggi, dan masih bertahan hingga ia mengakhiri jabatan panglima TNI (2017).
Baca juga: Prabowo-Puan Dideklarasikan Maju Capres-Cawapres 2024, Ini Kata Gerindra
Namun, popularitas yang tinggi tidak diimbangin oleh derajat elektabilitasnya. Berbagai hasil survei menunjukkan tingkat keterpilihan Gatot tidak mampu mencapai papan atas persaingan.
Saat ini, sosok Gatot Nurmantyo memang masih menjadi bagian dari preferensi publik sebagai calon presiden.
Hanya, sepanjang tahun 2021 ini, proporsi pendukung yang masih merujuk dirinya sebagai presiden kurang signifikan. Baik pada hasil survei Litbang Kompas maupun survei yang dilakukan oleh SMRC, hanya berkisar pada proporsi 1-2 persen.
Kondisi yang kurang lebih mirip dihadapi Moeldoko. Popularitasnya belum mampu terkonversi menjadi sosok yang didukung publik sebagai calon presiden.
Berdasarkan hasil survei, sepanjang tahun 2021 ini, derajat keterpilihan Moeldoko tetap bertengger pada proporsi 1 persen.
Khusus terhadap Jenderal Andika, bisa jadi berpeluang sama. Namun, dengan momentum yang ia miliki saat ini, dapat pula sebaliknya.
Sebelum namanya dinominasikan sebagai Panglima TNI, tidak cukup kuat pula sosoknya tampil sebagai rujukan publik. Survei SMRC di bulan Mei dan September 2021 lalu misalnya, menempatkan Andika pada kelompok yang didukung 1 persen responden.
Sosoknya belum kuat tertanam sebagai top of mind publik. Elaborasi terhadap survei ini, hingga survei bulan September, baru sebanyak 24 persen yang mengetahui sosok Andika. Dari sejumlah itu, tidak kurang dari dua pertiganya mengaku menyukai sosoknya.
Setelah menjadi Panglima TNI, tentu saja popularitasnya kian membubung. Tingkat keterpilihannya pun potensial meningkat.
Namun, tampaknya waktu kepemimpinan yang dimiliki relatif singkat. Setahun setelah masa jabatannya, Andika mengakhiri tugas kemiliterannya.
Di saat itu, ia pun harus mampu membuktikan kepiawaian profesionalitas kepemimpinan yang tidak beraroma politik.
Dengan keterbatasan semacam itu, akan melonjakkah dukungan diraih? Tidak sabar rasanya menunggu hasil survei mendatang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.