JAKARTA, KOMPAS.com - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) meminta pemerintah seharusnya memperhatikan suara pengusaha saat menurunkan harga polymerase reaction chain (PCR).
Ketua Bidang Ketenagakerjaan, Vokasi, dan Kesehatan Badan Pengurus Pusat Hipmi Sari Pramono mengatakan, suara pengusaha harus didengar supaya ada keseimbangan dalam menentukan harga PCR.
"Perlu ada balancing (keseimbangan) sehingga harus dengar dari sisi pengusaha," kata Sari, dikutip dari siaran pers, Kamis (4/11/2021).
Baca juga: Luhut dan Erick Thohir Dilaporkan ke KPK soal Bisnis PCR oleh Prima
Menurut dia, pengujian tes PCR di laboratorium menggunakan banyak komponen. Komponen itu mulai dari reagen, alat kesehatan, hingga bahan medis habis pakai yang harganya mahal dan harus didapatkan melalui impor.
Selain itu, kata dia, setiap pengoperasian laboratorium pun membutuhkan tenaga ahli medis yang mumpuni.
"Jangan sampai harga turun tapi teknis operasional jadi sembarangan demi mengejar harga yang ditetapkan pemerintah," ujar dia.
Oleh karena itu, Sari pun meminta agar ada standard operating procedure (SOP) yang baku dari pemerintah tentang PCR tersebut.
Tujuannya adalah supaya teknis di lapangan berjalan baik dan bisa dimonitor.
Baca juga: Bantah Ambil Untung PCR, Luhut: Saya yang Minta Antigen Digunakan di Banyak Moda Transportasi
Apalagi, kata dia, penanganan limbah dari alat tes yang digunakan agar virus tidak tersebar juga membutuhkan beban biaya yang besar.
"Komponen-komponen inilah yang sangat mempengaruhi tarif PCR di masyarakat," kata Sari.
Sari pun mengingatkan agar harga-harga tersebut diperhatikan, termasuk melihat apakah laboratorium-laboratorium di dalam prosesnya menjalankan sesuai ketetapan pemerintah.
Ini mulai dari penetapan standarisasi hingga proses monitoring evaluasi terhadap sebuah laboratorium PCR.
Baca juga: Plintat-plintutnya Pemerintah Atur Perjalanan Warga
Selain itu, kata dia, yang harus diperhatikan lainnya adalah soal manpower tenaga kesehatan dan kualifikasinya, standard gaji, struktur organisasi dalam operasional laboratorium, jenis mesin, platform, infrastruktur laboratorium dan spesifikasi ruangan atau biosafety level (BSL).
Kemudian material atau bahan habis pakai seperti reagen dan alat pelindung diri (APD), penanganan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), serta kalibrasi dan maintenance alat.
"Apalagi reagen, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai banyak yang harus diimpor dari luar negeri. Komponen-komponen ini mesti menjadi pertimbangan kita dalam menentukan tarif harga PCR," kata dia.
"Pengusaha sudah menyiapkan stok reagen berkualitas yang banyak, tidak mungkin karena harga turun kita ganti dengan kualitas yang kurang baik," ujar Sari.
Pemerintah telah menurunkan batas tertinggi harga tes PCR menjadi Rp 275.000 untuk di Jawa-Bali dan Rp 300.000 di luar daerah tersebut.
Penurunan harga tersebut dilakukan setelah ada permintaan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.