JAKARTA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengkritik pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar soal pembangunan besar-besaran tak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi.
Dalam akun Twitter @walhinasional, Walhi menganggap Siti lebih mendukung pembangunan skala besar daripada melindungi lingkungan hidup dan kehutanan sebagai tugas pokok seorang Menteri LHK.
"Menteri Lingkungan Hidup tapi kok malah pro banget sama pembangunan skala besar yg jelas2 berpotensi merusak lingkungan hidup sebuah kementerian yg harusnya menjadi pelindung kan," tulis Walhi dalam akun Twitter @walhinasional yang dikutip Kompas.com, Kamis (4/11/2021).
Baca juga: Walhi Harap Pernyataan Jokowi soal Deforestasi Turun Seindah Implementasi Regulasi yang Dibuat
Walhi mengingatkan kepada Siti Nurbaya bahwa saat ini dunia sedang menghadapi krisis iklim.
Menurut Walhi, pernyataan Siti Nurbaya memperlihatkan Indonesia masih disibukkan dengan prioritas pembangunan daripada menjaga lingkungan hidup.
Apabila pembangunan skala besar terus menjadi prioritas dengan mengesampingkan upaya deforestasi, maka mustahil mendapatkan lingkungan hidup yang sehat, baik dan bersih.
"Terus siapa yang menikmati pembangunan, oligarki lagi?" ujar dia.
Saat dihubungi Kompas.com, Manajer Kampanye Keadilan Iklim Walhi, Yuyun Harmono mengatakan, pihaknya meminta semua pihak meluruskan tentang konsep atau paradigma pembangunan.
Baca juga: Berbicara di Sidang PBB, Jokowi Klaim Deforestasi di Indonesia Menurun Signifikan
Pandangan Walhi, kata Yuyun, pembangunan haruslah berupa peningkatan kualitas sumber daya manusia, sekaligus lingkungan hidupnya.
"Jadi, pembangunan yang dimaksud itu harusnya bukan ditopang oleh pembangunan infrastruktur skala besar, bukan ditopang oleh food estate, sawah dan pertanian skala besar, bukan ditopang oleh pertambangan, perkebunan sawit," ujar Yuyun.
Yuyun mengatakan, selama ini pembangunan tidak pernah dikoreksi untuk melindungi sumber daya manusia sekaligus lingkungan hidupnya.
Di sisi lain, ia justru melihat pembangunan dengan konsep food estate bahkan memicu konflik di masyarakat.
"Karena menyebabkan terjadinya penggundulan hutan dan seterusnya. Ini kan kontradiktif. Maka, yang perlu diluruskan itu adalah paradigma pembangunannya itu," tutur Yuyun.
Baca juga: Indonesia Akhiri Kerja Sama Terkait Pengurangan Emisi dan Deforestasi dengan Norwegia