Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejahatan Seksual Inses Dinilai Perlu Diatur di RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Kompas.com - 01/11/2021, 19:11 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Golkar, Adde Rosi mengatakan, kejahatan seksual inses perlu diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekekerasan Seksual.

Rosi menilai, pengaturan mengenai kekerasan seksual oleh orang yang masih memiliki hubungan keluarga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kurang memadai. Sebab, kejahatan itu masuk kategori delik pencabulan, bukan pemerkosaan.

“Kerena dalam KUHP selama ini lebih masuk delik pencabulan dibanding perkosaan dan persetubuhan,” kata Rosi, dalam Rapat Panja RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual di Gedung MPR/DPR RI, Jakarta, Senin (1/11/2021).

Baca juga: 4 Poin Perubahan RUU PKS ke RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual

“Padahal cara-cara perbuatan inses yang justru sering terjadi justru dengan cara persetubuhan, akibatnya pasal yang digunakan tentu terlalu menguntungkan para pelaku, padahal inses dengan perkosaan tentu lebih berat ketimbang pencabulan,” imbuh dia.

Selain itu, Rosi menyebutkan, KUHP masih membatasi jenis tindakan yang masuk dalam kategori inses.

Menurutnya, banyak kasus inses justru terjadi tidak hanya dalam hubungan sedarah antara anak dan orangtua.

“Padahal dalam banyak kasus inses dengan kekerasan justru terjadi di luar hubungan darah orangtua-anak, misal cucu dengan kakek, paman-keponakan dan lain sebagainya,” ucapnya.

Baca juga: Tim Ahli Baleg: Kata Penghapusan di Draf Awal RUU PKS Dihapus dan Diganti

Dalam kesempatan yang sama, Rosi mengapresiasi draf RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang menambahkan alat bukti baru selain lima alat bukti yang diatur KUHP.

Ia berpendapat, dengan adanya tambahan alat bukti baru berupa surat psikologi dapat semakin memberikan titik terang dalam proses penegakan hukum kepada korban.

“Sekarang dimasukan satu alat bukti baru yaitu surat keterangan psikologi,” kata dia.

Menurut Rosi, berdasarkan data KPAI, kasus kekerasan seksual meningkat pada 2020. 

Ia menyebutkan, setidaknya ada 3.000 kasus yang ditangani KPAI, namun kasus yang dibawa ke ranah hukum tidak mencapai 10 persen dari total kasus.

Baca juga: Perubahan Draf RUU PKS Dinilai Bisa Lemahkan Substansi Utama

Bahkan, berdasarkan data yang ia peroleh, 77 persen kasus kekerasan seksual terjadi di perguruan tinggi dan 63 persen kasus di perguruan tinggi tidak dilaporkan secara hukum.

“Karena itu penting RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual hadir di Indonesia,” kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com