Dengan demikian, jika pemerintah ingin melanjutkan UU Nomor 2 Tahun 2020 sebagai dasar hukum penanganan pandemi setelah 2022, maka Presiden perlu menetapkan terlebih dulu mengenai status bencana nonalam itu masih berlanjut atau tidak sebelum 2022 berakhir.
Pengumuman juga perlu dilakukan, sebelum pemerintah dan parlemen menyepakati kebijakan keuangan dan anggaran setelah 2022. Sebab, kebijakan periode 2020-2022 masih dipengaruhi situasi pandemi.
"Karena pandemi sebagai bencana nasional juga di-declare oleh Presiden maka berakhirnya pun diumumkan oleh Presiden juga," ujar Enny.
Apakah ini berarti status pandemi sudah berakhir atau belum harus diputuskan paling lambat akhir 2022 jika ingin UU itu tetap diberlakukan?
"Ya (harus diumumkan paling lambat akhir 2022)," kata Enny.
Undang-undang ini digugat ke MK oleh Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika).
Kuasa hukum pihak pengguat, Violla Reininda, sebelumnya menafsirkan bahwa batas waktu pandemi berakhir pada tahun kedua dapat diartikan pada akhir 2021.
"Jadi Presiden mesti mengumumkan kepastian status darurat Covid-19 maksimal akhir tahun ini, apakah memperpanjang masa krisis/darurat atau dicabut," ujar dia.
Sebagai informasi keputusan soal masa berlakunya UU Nomor 2 Tahun 2020 itu dibacakan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman pada Kamis (28/10/2021).
Keputusan itu tertuang dalam Pasal 29 pada lampiran UU Nomor 2 Tahun 2020 yang sudah direvisi oleh MK.
Adapun Pasal 29 sebelumnya menyatakan, "Peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.