JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menyayangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal kewenangan pemutusan akses terhadap informasi elektronik atau konten internet oleh pemerintah.
MK menyatakan menolak permohonan uji materi Pasal 40 Ayat (2b) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Menurut MK, kewenangan pemerintah itu tidak bertentangan dengan konstitusi.
Namun, Direktur Ekselutif Elsam Wahyudi Djafar menilai, putusan tersebut dapat menjadi pemicu semakin terancamnya kebebasan berekspresi dan hak memperoleh infomasi.
"Dengan kewenangan besar yang dimiliki pemerintah, akan memungkinkan pemerintah untuk secara ketat mengatur dan bertindak terkait dengan informasi yang dapat diakses oleh warganya, tanpa tersedia suatu mekanisme pengawasan yang layak dan ketat," kata Wahyudi dalam keterangan pers, Kamis (28/10/2021).
Baca juga: Saat MK Tolak Gugatan UU ITE dan Nyatakan Pemblokiran Internet Papua Konstitusional...
Wahyudi berpandangan, pembatasan akses oleh pemerintah harus melalui cara yang proporsional dan diatur dalam undang-undang atau berdasarkan putusan pengadilan.
Selain itu, pemutusan akses internet juga harus memiliki tujuan yang sah dan atas dasar kepentingan mendesak.
Sementara, Wahyudi mengatakan, putusan MK tidak mempertimbangkan argumentasi HAM, karena tidak menempatkan akses terhadap informasi elektronik, termasuk konten internet, sebagai bagian dari kebebasan berekspresi serta hak atas informasi.
"Alih-alih mengelaborasi problem pembatasan HAM tersebut, dalam pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi justru tidak konsisten dalam memaknai prescribed by law sebagai syarat pembatasan HAM," ujar dia.
Baca juga: Tolak Gugatan UU ITE, MK Nilai Pemutusan Internet Papua oleh Pemerintah Konstitusional
Wahyudi juga menganggap putusan MK gagal dalam mengelaborasi lebih jauh tentang pengaturan tata kelola konten internet di Indonesia.
Seharusnya, MK dapat menggunakan pendekatan perbandingan untuk melihat pembelajaran dari negara lain soal checks and balances dalam pembatasan konten internet.
Mekanisme checks and balances dinilai penting untuk mencegah praktik pembatasan yang sewenang-wenang.
Wahyudi pun mengkritik alasan MK mengenai aspek kecepatan dari transmisi informasi melalui internet sebagai dasar untuk melakukan tindakan pembatasan dengan segera.
Pandangan ini, kata Wahyudi, mengesankan bahwa MK melihat internet sebagai instrumen kejahatan yang perlu dikhawatirkan dan mengancam.
"Padahal internet sesungguhnya adalah sarana yang melahirkan banyak inovasi, kesempatan dan bersifat memberdayakan," ucap Wahyudi.
Baca juga: Saldi Isra: Pemutusan Akses Informasi Harus Perhatikan Hak Warga
Adapun permohonan uji materi terkait pemblokiran internet dalam UU ITE diajukan oleh Pimpinan Redaksi Suara Papua Arnoldus Belau dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Pemohon menilai aturan mengenai pemutusan akses bersifat sewenang-wenang karena membatasi akses informasi dan merupakan bagian dari pembatasan hak asasi manusia (HAM).
Mereka meminta agar kewenangan pemerintah dalam pemutusan akses internet harus didasarkan pada Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) secara tertulis.
Permohonan uji materi ini juga berkaitan dengan pemblokiran internet yang pernah terjadi di Papua dan Papua Barat.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.