Saldi mengatakan, meski pemerintah memiliki wewenang memutus akses informasi, namun harus tetap ada prosedur yang ditempuh.
Prosedur perlu diatur secara pasti agar peluang penyalahgunaan wewenang dalam memutus akses informasi tidak terjadi atau setidak-tidaknya dapat dikurangi.
Sementara, norma Pasal 40 ayat (2b) UU ITE sama sekali tidak memuat adanya prosedur yang mesti dilakukan pemerintah dalam melakukan pemutusan akses dan atau memerintahkan pemutusan akses.
"Dalam hal ini, norma dalam undang-undang mestinya memberikan kepastian mengenai bagaimana pembatasan hak tersebut dilakukan sehingga warga negara atau lembaga yang terdampak akibat pembatasan hak tersebut mengetahui dasar atau pertimbangan pemerintah memutuskan dan/atau melakukan tindakan pembatasan hak atas informasi dimaksud," kata Saldi.
Baca juga: Di Sidang MK, Pemerintah Anggap Dalil Pemohon Uji Materi Pasal Pemblokiran UU ITE Tidak Tepat
Selain itu, Saldi mengatakan, pemerintah harus dibebani kewajiban menggunakan kewenangan dalam konstruksi hukum yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik dengan cara menerbitkan penjelasan secara tertulis.
Pertanggungjawaban tersebut cukup dengan penjelasan tertulis berupa pemberitahuan baik lewat surat tertulis maupun lewat digital yang disampaikan kepada pengguna informasi elektronik.
Oleh karena itu, Saldi menilai, seharusnya MK menyatakan Pasal 40 Ayat (2b) UU ITE konstitusional sepanjang dimaknai:
"Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada Ayat 2a, Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum setelah mengeluarkan atau disertai penjelasan tertulis/digital."
Baca juga: Kemenkominfo Segera Keluarkan Aturan Baru soal Tahapan Pemblokiran Media Sosial