JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion atas putusan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Perbedaan pendapat itu disampaikan oleh Wahiduddin Adams, Suhartoyo dan Saldi Isra dalam sidang putusan yang disiarkan secara daring, Rabu (27/10/2021).
Menurut Wahiduddin, seharusnya MK mengabulkan permohonan uji formil dan menyatakan UU Minerba tak memiliki kekuatan hukum.
"Seharusnya MK mengabulkan permohonan pengajuan formil pada pemohon dan menyatakan Undang-Undang Mineral dan Batubara tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," kata Wahiduddin, Rabu.
Baca juga: Beda Pendapat, Tiga Hakim MK Sebut Pembentukan UU Minerba Cacat Formil
Adapun MK menolak permohonan uji formil serta menyatakan dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Salah satu dalil pemohon uji formil yakni, saat masih berbentuk rancangan, UU Minerba dinilai tidak memenuhi kriteria carry over atau keberlanjutan pembahasan pada DPR periode berikutnya.
Namun, Wahiduddin menilai, pembahasan UU Minerba tidak memenuhi salah satu syarat mekanisme carry over.
Berdasarkan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ada dua syarat yang harus dipenuhi terkait carry over.
Dua syarat yang harus dipenuhi yakni tahap pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) serta adanya kesepakatan antara pemerintah dan DPR soal carry over.
Diketahui, UU Minerba disahkan pada 2020, namun pembahasannya telah dilakukan di DPR periode 2014-2019.
"Sepanjang bukti-bukti yang disampaikan dan fakta yang terungkap di persidangan Mahkamah Konstitusi adalah benar telah ada kesepakatan menjadikan RUU Minerba menjadi RUU carry over kepada keanggotaan DPR periode 2019-2024," kata Wahiddudin.
"Artinya salah satu persyaratan untuk RUU carry over telah terpenuhi," ujar dia.
Baca juga: MK Tolak Uji Formil UU Minerba, Tiga Hakim Sampaikan Perbedaan Pendapat
Namun, kata Wahiddudin, RUU Minerba belum memenuhi syarat soal tahapan pembahasan DIM.
Fakta tersebut terlihat dari keterangan DPR di persidangan yang pada pokoknya menyatakan rapat DPR pada 25 September 2019 hanya beragendakan penyerahan DIM.
"Pada malam harinya baru dibentuk panitia kerja atau panja. Oleh karenanya dalam batas pelayanan yang wajar dapat dipastikan tidak akan pernah dilakukan pembahasan DIM sebelum dilakukan penyerahan pada 25 September 2019 dimaksud," ungkapnya.