Itu belum semuanya. Bila terung dan pare tak hendak jadi pilihan para tamunya, Sudi menawarkan pot berisi tanaman cabai atau tomat yang sudah berbuah dan siap panen.
Pot dan talang air jadi media hobi bertanam Sudi di rumahnya itu. Dia juga memelihara lele dalam kolam kecil.
"(Memelihara lele) ini tidak sulit karena tidak memerlukan air banyak dan tidak harus selalu mengganti air. Di kolam kecil itu saya beri gulma atau eceng gondok yang bisa dimakan atau kebutuhan oksigen lele,” ujar Sudi saat itu.
Meski penggambaran figurnya santun dan low profile, Sudi tak selalu juga bebas isu sensitif. Komentarnya pada 2006, misalnya, pernah memicu pertengkaran elite politik nasional.
Waktu itu ada agenda acara di Istana yang ternyata batal. Ketika diungkap ke publik, Sudi menyebut informasi tersebut sebagai fitnah. Namanya arena politik, komentar ini bak bensin disiramkan ke bara.
Sudi juga pernah terseret dugaan kasus surat sakti rekomendasi untuk renovasi kantor perwakilan Indonesia di luar negeri ketika menjadi Sekretaris Kabinet pada 2004-2005. Kasusnya mencuat ke publik pada 2006.
Perkara ini juga bikin geger karena melibatkan pula beberapa kementerian sekaligus. Dalam pengusutan, surat itu belakangan dibilang telah dipalsukan meski sempat dibenarkan keberadaannya.
Pada 2000, Sudi pernah pula menjalani pemeriksaan terkait kasus 27 Juli 1996 alias insiden penyerbuan kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di bilangan Jl Diponegoro, Jakarta Pusat.
Sudi dipanggil dalam kapasitas sebagai saksi. Pada saat peristiwa Kudatuli—akronim dari Kerusuhan 27 Juli—, Sudi adalah sekretaris pribadi Syarwan Hamid yang menjabat sebagai Kepala Staf Sosial Politik (Kasospol) Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)—nama lama institusi meiliter sebelum berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Karier Sudi di pusaran kekuasaan dimulai saat dia ditarik SBY yang menjadi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menkopolkam) di era pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Sudi diangkat menjadi Sekretaris Menkopolkam.
Ketika SBY menjadi Presiden di periode pertama kekuasaannya pada 2004, Sudi didapuk menjadi Sekretaris Kabinet. Berlanjut, Sudi dipercaya menjadi Menteri Sekretaris Negara pada periode kedua pemerintahan SBY.
Semasa menjadi Seskab dan Mensesneg, Sudi juga menjadi salah satu tokoh yang berjibaku mendampingi SBY di Istana untuk merespons isu-isu seperti kematian Munir, skandal korupsi Hambalang, megaskandal Bank Century, serta perseteruan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang dikenal sebagai peristiwa "cicak vs buaya".
Baca juga: Anggodo Widjojo, Sosok di Balik Kasus Cicak Vs Buaya, Meninggal Dunia
Kembali ke pengantar yang ditulis SBY untuk biografi Sudi, SBY membantah bila Sudi selama ini adalah bemper pelindung SBY. Tudingan itu menurut SBY benar-benar keliru dan menyakitkan.
"Kami berdua merasa memiliki idealisme dan nice dream tentang negara ini," ujar SBY tentang kecocokan berjangka panjang dengan Sudi.
Selepas rezim SBY usai, kedekatan SBY dan Sudi tetap berlanjut. Saat Sudi meninggal, Partai Demokrat—partai yang didirikan SBY untuk mengusung dirinya di Pemilu 2004— secara khusus mengungkapkan duka dan kehilangannya.
SBY pun hadir dalam pemakaman Sudi di Taman Makam Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (26/10/2021) siang.
Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI
Catatan:
Artikel harian Kompas yang dikutip di tulisan ini dapat diakses publik melalui layanan Kompas Data.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.