Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLKI Minta Syarat Wajib Tes PCR untuk Naik Pesawat Dibatalkan, Ini Respons Kemenkes

Kompas.com - 25/10/2021, 13:33 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, kebijakan terkait wajib tes PCR untuk penumpang pesawat sebaiknya dibatalkan atau direvisi.

Sebab, menurut YLKI, ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) tes PCR di lapangan banyak diakali oleh penyedia, sehingga harganya naik berkali lipat.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, masukan YLKI tersebut akan menjadi bahan evaluasi pemerintah dan akan dibahas lebih lanjut dengan organisasi profesi.

"Yang selanjutnya akan menjadi pembahasan lebih lanjut dengan juga berkonsultasi dengan pihak-pihak terkait baik penyedia, organisasi profesi, asosiasi laboratorium juga BPKP ataupun pihak lainnya," kata Nadia, saat dihubungi Kompas.com, Senin (25/10/2021).

Baca juga: PCR Jadi Syarat Penerbangan, Komisi V DPR Minta Pemerintah Evaluasi Inmendagri

Sementara, Dirjen Pelayanan Kesehatan Abdul Kadir menyarankan agar YLKI melaporkan ke dinas kesehatan setempat apabila menemukan penyedia layanan tes PCR yang mengakali harga yang tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan.

"YLKI kalau ada bukti siapa laboratoriumnya laporkan ke dinas kesehatan setempat," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, Ketua Harian YLKI Tulus Abadi menyoroti kebijakan pemerintah yang mewajibkan penggunaan hasil negatif tes PCR sebagai persyaratan calon penumpang pesawat.

"HET PCR di lapangan banyak diakali oleh provider (penyedia) dengan istilah 'PCR Ekspress', yang harganya tiga kali lipat dibanding PCR yang normal. Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1x24 jam," kata Tulus, dalam keterangannya, dikutip Senin (25/10/2021).

Selain itu, Tulus menilai, kebijakan tersebut diskriminatif sebab hanya diterapkan bagi moda transportasi udara saja.

“Memberatkan dan menyulitkan konsumen. Diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen,” tuturnya.

Baca juga: Duga Ada Permainan Harga, YLKI Minta Aturan Wajib Tes PCR bagi Penumpang Pesawat Dibatalkan

Oleh karenanya, Tulus menyebutkan, syarat wajib PCR sebaiknya dibatalkan, atau direvisi aturan pelaksananya.

Ia menyarankan, waktu pemberlakuan PCR menjadi 3x24 jam, mengingat di sejumlah daerah tidak semua laboratorium PCR bisa mengeluarkan hasil cepat.

“Atau cukup antigen saja, tapi harus vaksin dua kali. Dan turunkan HET PCR kisaran menjadi Rp 200.000-an saja,” katanya.

Dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat sebagai konsumen, Tulus meminta agar kebijakan soal syarat penumpang pesawat terbang benar-benar ditentukan secara adil.

"Jangan sampai kebijakan tersebut kental aura bisnisnya. Ada pihak pihak tertentu yang diuntungkan,” ucap Tulus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com