JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi mengatakan, tujuh tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo diwarnai rapor merah. Mulai dari bidang hukum, ekonomi, politik, sosial dan budaya.
"Rezim Jokowi bukannya membawa bangsa dan negara menuju kemajuan yang dicita-citakan seperti tercantum dalam UUD 1945, malah sebaliknya menyeret bangsa dan negara menuju kemunduran yang membahayakan," kata Ridho dalam konferensi pers di Kantor DPP Partai Ummat, Jakarta, Jumat (22/10/2021).
Di bidang hukum, upaya penegakkan hukum di lapangan dinilai masih diskriminatif. Dalam hal ini tajam ke oposisi tetapi tumpul ke pendukung rezim.
"Hanya mengumbar slogan kosong penegakan hukum yang berkeadilan. Meluasnya pembelaan ke si kuat dan dilupakannya si lemah," ucap Ridho.
Baca juga: 7 Tahun Kepemimpinan Jokowi, BEM SI Gelar Aksi Geruduk Istana Oligarki
Sementara itu di sektor ekonomi, ia menilai, kebijakan Presiden Jokowi dalam membangun proyek infrastruktur belum efisien dan tidak tepat sasaran.
Padahal, Jokowi cukup masif membangun infrastruktur dibandingkan pemerintahan sebelumnya.
Ridho mengatakan pembangunan di sektor infrastruktur memang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan mempercepat akselerasi ekonomi.
“Namun pembangunan infrastruktur ini tidak sepenuhnya menunjukkan skala prioritas kepentingan publik. Bahkan beberapa pembangunan infrastruktur dengan skala giant project tidak dalam desain dan perencanaan yang baik yang memperhitungkan sumber dan alokasi keuangan berimbang," jelasnya.
Termasuk, lanjut Ridho, pemerintahan Jokowi tidak memperhitungkan dampak ekonomi jangka pendek dan jangka panjang.
Masih evaluasi bidang ekonomi, Ridho mengatakan pemerintahan Jokowi cenderung tidak pruden dalam pengalokasian keuangan negara. Sementara, pengelolaan utang luar negeri sangat mengkhawatirkan.
Baca juga: 2 Tahun Jokowi-Maruf, Istana Sebut Penegakkan Hukum dan HAM Bagian Penting Transformasi
Lanjut dia, sebagian besar utang luar negeri diarahkan pada pembangunan proyek infrastruktur dengan lebih mengejar obsesi pertumbuhan ekonomi tinggi.
“Dampak secara langsung yang dirasakan adalah meningkatnya hutang luar negeri Indonesia yang telah mencapai lebih dari Rp 6.000 triliun, sementara pertumbuhan ekonomi yang tinggi seperti dijanjikan tidak kunjung tercapai," tutur Ridho.
"Kelak generasi mendatang akan membayar hutang yang menggunung. Ini membahayakan bangsa dan negara kita," tambah dia.
Selain itu, beberapa pembangunan proyek infrastrukur juga ditengarai biayanya sangat mahal hingga mencapai dua kali lipat, seperti jalan tol layang Jakarta-Cikampek menelan biaya Rp 350 milyar per kilometer.
Padahal, kata Ridho, untuk jalur biasa hanya Rp 150 miliar per kilometer.