JAKARTA, KOMPAS.com - Imparsial mengkritik surat peringatan yang dikeluarkan Plt Bupati Sintang Yosepha Hasnah terkait pembongkaran masjid milik Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Desa Balai Harapan, Tempunak, Kalimantan Barat.
Direktur Imparsial Gufron Mabruri menyatakan, surat peringatan tersebut memperlihatkan Plt Bupati Sintang bertindak diskriminatif dan hak konstitusional warga negara untuk beribadah.
"Langkah yang dilakukan oleh Bupati Sintang tersebut menjadi contoh buruk kepala daerah yang tidak patuh pada konstitusi negara," ujar Gufron, dalam keterangan tertulis, Jumat (22/10/2021).
Baca juga: Tersangka Perusakan Masjid Ahmadiyah Sintang Bertambah Jadi 21 Orang
Berdasarkan salinan yang diterima Kompas.com, surat tersebut berisi peringatan pembongkaran bangunan tanpa izin yang difungsikan sebagai tempat ibadah oleh Ahmadiyah.
Surat peringatan ini ditandatangani Yosepha pada 15 Oktober yang ditujukan langsung kepada Ketua Jemaat Ahmadiyah Indonesia Cabang Balai Harapan.
Pemerintah daerah setempat memberikan waktu 21 hari bagi pengurus Ahmadiyah untuk membongkar tempat ibadahnya yang berada di Desa Balai Harapan.
Ini merupakan kali kedua pemerintah daerah setempat mengeluarkan surat peringatan pembongkaran masjid milik Ahmadiyah.
Sebelumnya, surat peringatan pertama pembongkaran tempat ibadah milik Ahmadiyah dikeluarkan pada 8 September 2021, hanya berselang beberapa hari setelah peristiwa perusakan masjid milik Ahmadiyah pada awal September 2021.
Dengan adanya surat peringatan kedua ini, Gufron menilai, Plt Bupati Sintang memosisikan dirinya berpihak kepada pelaku intoleran terhadap jemaat Ahmadiyah.
Baca juga: Memburu Auktor Intelektualis Perusakan Masjid Ahmadiyah di Sintang...
Ia menyatakan, Plt Bupati Sintang gagal menjalankan kewajiban konstitusionalnya untuk melindungi kebebasan beragama atau berkeyakinan warga.
"Penting untuk dipahami, bahwa hak atas pendirian dan pengelolaan tempat ibadah merupakan bagian dari hak untuk beribadah sebagai salah satu elemen penting dari kebebasan beragama atau berkeyakinan," kata dia.
Ia menambahkan, dalam konteks kebebasan beragama atau berkeyakinan, hak untuk beribadah merupakan bentuk pengejawantahan dari agama atau keyakinan seseorang.
Hak tersebut telah mendapatkan jaminan dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
"Karena itu, adalah kewajiban negara, termasuk dalam hal ini pemerintah daerah sebagai representasi negara di daerah, untuk menjamin dan melindungi hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan warganya," ungkap Gufron.
Baca juga: Polisi Masih Jaga Rumah Warga Ahmadiyah di Sintang
Sebelumnya, masjid milik Ahmadiyah di Desa Balai Harapan sempat dirusak massa pada 3 September 2021.
Dari peristiwa tersebut, bangunan masjid rusak karena dilempar dan bangunan belakang tempat ibadah dibakar massa.
Kepolisian setempat telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka perusakan masjid tersebut.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.