Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Pegawai KPK Ajukan Banding Administratif ke Presiden Jokowi

Kompas.com - 22/10/2021, 11:28 WIB
Irfan Kamil,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 42 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan surat banding administratif ke Presiden Joko Widodo pada Kamis (21/10/2021).

Puluhan eks pegawai KPK itu meminta Jokowi membatalkan dan atau menyatakan tidak sahnya keputusan pimpinan KPK tentang pemberhentian pegawai.

Mereka juga meminta presiden menetapkan atau mengangkat mantan pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN) di KPK.

Baca juga: Menilik Wacana Pendirian Partai Politik oleh Sejumlah Eks Pegawai KPK

Adapun 57 pegawai KPK diberhentikan setelah dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai bagian dari alih status pegawai menjadi ASN.

"Banding administratif ini kami sampaikan kepada bapak Presiden RI," ujar mantan pegawai KPK dalam surat tersebut, Kamis.

Adapun surat itu disampaikan kepada presiden Republik Indonesia dengan alamat Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara Nomor 3, Jakarta Pusat, 10110 kepada Menteri Sekretaris Negara Jl. Veteran No. 17–18, Jakarta Pusat, 10110.

Dalam surat itu dijelaskan, landasan banding administratif diajukan eks pegawai karena pimpinan KPK menolak keberatan yang telah disampaikan sebelumnya.

Presiden dinilai sebagai atasan pimpinan KPK yang mempunyai kewenangan untuk menganulir keputusan perihal pemberhentian dengan hormat tersebut.

"Pasal 75 Ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menyatakan warga masyarakat yang dirugikan terhadap keputusan dan/atau tindakan dapat mengajukan upaya administratif kepada pejabat pemerintahan atau atasan pejabat yang menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan," demikian isi surat tersebut.

Baca juga: Tak Lolos TWK, Mantan Pegawai KPK Jadi Penjual Nasi Goreng

Dalam uraian surat banding administratif itu, mantan pegawai KPK juga membawa kesimpulan dari empat lembaga negara yang memeriksa proses pelaksanaan alih status melalui asesmen TWK.

Ombudsman RI dan Komnas HAM misalnya, menemukan malaadministrasi penyelenggaraan TWK dan 11 jenis pelanggaran HAM dalam asesmen tersebut.

Dua lembaga itu pun meminta pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos asesmen TWK dilantik dan diangkat sebagai ASN di KPK.

Kemudian, Mahkamah Konstitusi (MK) juga menyatakan proses alih status tidak boleh merugikan hak para pegawai KPK.

Adapun putusan Mahkamah Agung (MA) menyerahkan nasib pegawai KPK tak lolos asesmen TWK ke pemerintah.

Berdasarkan Pasal 25 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan manajemen ASN.

Baca juga: Bertemu dengan Polri, 57 Eks Pegawai KPK Menindaklanjuti Rencana Perekrutan Jadi ASN

Selain itu, pada Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) disebutkan, presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi ASN dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat selain pejabat Pimpinan tinggi utama dan madya, dan pejabat fungsional keahlian utama madya.

Delegasi itu dapat diberikan kepada, a) menteri di kementerian, b) pimpinan lembaga di lembaga pemerintah nonkementerian, c) sekretaris jenderal di sekretariat lembaga negara dan lembaga nonstruktural d) gubernur di provinsi; dan e) bupati/wali kota di kabupaten/kota.

"Dengan demikian kewenangan kepegawaian berupa penetapan, pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian ASN pada menteri dan kepala lembaga negara dan sekretaris jenderal di
sekretariat lembaga negara hanyalah berupa pendelegasian kewenangan dari presiden," demikian isi surat tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com