Pemerintah bekerja sama dengan empat perguruan tinggi dan dua lembaga untuk mewujudkan Vaksin Merah Putih. Keempat perguruan tinggi itu yakni Universitas Airlangga (Unair), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Kemudian, Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Vaksin Merah Putih yang dikembangkan Unair berbasis platform inactivated virus atau virus yang dilemahkan.
Adapun, untuk produksi vaksin tersebut Unair menjalin kerja sama dengan perusahaan farmasi PT Biotis Pharmaceutical Indonesia.
Baca juga: Kemenkes Sebut Produksi Vaksin Merah Putih agar RI Tak Bergantung pada Impor
Sementara itu, Lembaga Eijkman mengembangkan vaksin Merah Putih dengan platform protein rekombinan yang prosesnya lebih rumit dibandingkan dengan vaksin konvensional. Eijkman bekerja sama dengan PT Bio Farma dalam mengembangkan vaksin tersebut.
Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir menargetkan, produksi Vaksin Merah Putih dapat dimulai pada April 2022.
"Ditargetkan nanti Maret 2022, terutama vaksin BUMN yang dikembangkan oleh Bio Farma itu sudah mendapatkan EUA dari Badan POM. Sehingga April 2022 kita boleh produksi," kata Honesti, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI, di DPR, Rabu (7/7/2021).
Menurut Honesti, Vaksin Merah Putih kini masih dalam proses tahapan uji pra klinis. Hal ini berarti Vaksin Merah Putih juga masih harus melalui tahapan uji klinis.
"Terkait Vaksin Merah Putih, kita masih berproses, tahapan dari Vaksin Merah Putih itu sekarang masih dalam tahapan uji pra klinik. Kita masih akan melalui beberapa tahapan uji klinis," ucapnya.
Ketimpangan vaksinasi Covid-19
Pada Agustus 2021, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) khawatir dengan distribusi vaksin di Indonesia yang didasarkan pada pertimbangan kewilayahan.
Penasehat senior untuk WHO Diah Saminarsih mengatakan, pertimbangan tersebut dapat menimbulkan ketimpangan vaksinasi antardaerah.
Ia juga mengatakan, kebijakan distribusi vaksin berbasis kewilayahan tersebut tidak sesuai dengan anjuran WHO, yang mendorong setiap negara menentukan target vaksinasi berdasarkan kelompok populasi.
Diah mengatakan, domisili semestinya tidak menentukan akses seseorang terhadap vaksin, terutama yang masuk kelompok rentan.
"Terlepas di mana mereka tinggal, apakah di Jakarta atau Sumatera Barat. Kalau masuk kelompok populasi tertentu, mereka bisa jadi prioritas. Dengan prinsip ini, pembagian vaksin akan sangat berbeda," ujar Diah saat dihubungi dari Jakarta.
Baca juga: WHO Khawatir Ketimpangan Vaksinasi Covid-19 di Indonesia Terus Terjadi
Dalam periode tersebut, data Kemenkes menunjukkan, vaksinasi dosis kedua di DKI Jakarta lebih tinggi dibandingkan capaian vaksinasi daerah lain. Capaian vaksinasi DKI saat itu, sudah mencapai 57,41 persen untuk dosis kedua.
Sementara itu, beberapa pemerintah daerah mengeluhkan kekurangan stok vaksin di daerah mereka seperti di Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Menanggapi langkanya stok vaksin di sejumlah daerah, Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, fokus vaksinasi Covid-19 saat ini adalah 50 persen Jawa-Bali.
"Karena tingginya laju penularan di sana, sisanya dibagi ke non-Jawa dan Bali," kata Nadia.
Nadia juga mengungkapkan, vaksinasi yang dilakukan berdasarkan jumlah vaksin yang diterima dari produsen luar negeri sampai Desember 2021.
Dengan demikian, semua daerah tidak bisa mendapatkan vaksin pada waktu bersamaan.
Vaksin booster untuk tenaga kesehatan