"Kalau interogasinya saja mungkin sekitar dua jam, termasuk proses saya menandatangani tiga salinan berkas BAP (berita acara pemeriksaan)," ujar dia, saat ditemui Kompas.com, Kamis (16/9/2021).
Meski langsung dipulangkan malam setelah kejadian, Suroto tetap merasa ketakutan akan dijemput polisi kembali.
Baca juga: Suroto Minta Maaf, Jokowi Berterimakasih
Nasib baik masih menghampiri Suroto. Pada Rabu (15/9/2021), dia diundang pihak Istana untuk bertemu Presiden Jokowi.
Dalam pertemuan antara dirinya dan Presiden, kata Suroto, Jokowi justru berterima kasih atas aksinya membentangkan poster.
"Kalau ndak ada kamu yang membentangkan poster, saya ndak akan tahu kondisi di bawah karena laporan anak buahnya ndak sampai ke atas," kata Suroto mengingat percakapannya dengan Jokowi.
Banyak kebebasan ekspresi dibungkam
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat, sejak Januari hingga September 2021, ada 26 kasus upaya pembungkaman atau pembatasan kebebasan berekspresi di Indonesia.
Peneliti Kontras Rivanlee Anandar menuturkan, 11 kasus pembungkaman dilakukan dengan cara menghapus mural, delapan kasus penangkapan dengan menggunakan Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kemudian sisanya, terkait dengan perburuan pelaku dokumentasi, persekusi, pembuatan konten, hingga penangkapan kritik terhadap kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sampai penangkapan beberapa pembentang poster.
Baca juga: Minta Polri Tak Berlebihan soal Penghapusan Mural, Jokowi: Saya Sudah Biasa Dihina
"Perlindungan terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat di muka umum dapat mendukung pengawasan, kritik, dan saran atas penyelenggaraan pemerintahan," ujar Rivan dalam keterangan tertulis, Selasa (14/9/2021).
Namun, Rivan berpendapat, hal tersebut justru bertolak belakang dengan kenyataan yang terjadi di masa pemerintahan sekarang.
Menurut dia, pemerintah cenderung berupaya membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi masyarakat.
"Pembatasan kebebasan berekspresi yang belakangan hadir justru menunjukan bahwa negara tak lagi setia pada demokrasi, melainkan menunjukan gejala otoritarianisme," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.