JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kurniasih Mufidayati menilai, persoalan ketahanan keluarga masih menjadi catatan besar dalam dua tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Mufida menekankan agar pemerintah lebih memperhatikan persoalan tersebut, khususnya pada masa pandemi.
"Bukan hanya sektor kesehatan dan ekonomi saja yang terpukul secara langsung oleh pandemi, tetapi juga persoalan keluarga, ibu dan anak," kata Mufida, dalam keterangannya, Kamis (21/10/2021).
Baca juga: Dua Tahun Jokowi-Ma’ruf, BEM UI Minta Firli Bahuri dan ST Burhanuddin Dicopot
Mufida mengutip pernyataan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Euis Sunarsih berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa kasus perceraian keluarga terus meningkat.
Pada 2020, kata dia, persentase perceraian naik menjadi 6,4 persen dari 72,9 juta rumah tangga di Indonesia atau terjadi pada 4,7 juta keluarga.
"Data Kemendagri juga mengonfirmasi terjadinya peningkatan perceraian ini, di mana hingga akhir Juni 2021, ada 3,97 juta keluarga berstatus cerai," ucap Mufida.
Ia menuturkan, pandemi secara langsung memberikan tekanan dalam keluarga maupun terhadap kesehatan mental, terlebih kepada perempuan dan remaja.
Mufida mengutip data Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) yang menyebutkan 68 persen masyarakat mengaku cemas, 67 persen depresi, dan 77 persen mengalami trauma psikologis selama pandemi.
Imbasnya bisa dilihat dari angka kekerasan terhadap anak yang juga meningkat selama pandemi.
"Laporan KPAI menunjukkan terjadinya peningkatan laporan kasus perlindungan anak dari 4.368 kasus di 2019 menjadi 4.634 di 2020," ucap dia.
Baca juga: Menteri PPPA Minta Pendampingan Anak di LPKA Dimaksimalkan
Sementara pada periode 2021 hingga Juli, sudah ada 5.463 kasus kekerasan terhadap anak dengan sebagian besarnya terjadi pada remaja yaitu 57 persen.
Dari jumlah kasus tersebut, kata Mufida, 95 persen terjadi di dalam rumah tangga.
Kemudian berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak periode Januari hingga Juni 2021 mencatat ada 6.096 kasus kekerasan, dan 6.651 anak menjadi korban.
"Terbaru saat kita dapatkan dugaan kasus kekerasan seksual di Luwu dan dugaan kekerasan seksual anak seorang narapidana oleh oknum Kapolres. Kita lihat fenomena gunung es kekerasan terhadap anak dan ini luput dari mitigasi pemerintah terhadap dampak pandemi," kata anggota Komisi IX DPR itu.
Mufida juga menyoroti soal target penurunan angka stunting yang masih menjadi pekerjaan besar pemerintah.
Berdasarkan Global Nutrition Report 2018, prevalensi stunting Indonesia berada pada peringkat ke-108 dari 132 negara.
Sedangkan di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat tertinggi kedua setelah Kamboja dan nomor 4 di Asia.
Baca juga: Rumitnya Masalah Stunting, dari Kesehatan hingga Sosial Budaya
Bahkan, menurut Mufida, UNICEF memperkirakan ada sekitar 31,8 persen anak di Indonesia mengalami stunting pada 2021.
"Artinya, hampir sepertiga anak di Indonesia mengalami masalah dalam pertumbuhannya. Ada tantangan saat yang ditunjuk sebagai koordinator penanganan stunting adalah BKKBN, tetapi anggaran masih ada di Kemenkes," tutur dia.
"Di lapangan juga komunikasi antar intansi ini masih terjadi. Ada ego sektoral yang masih terjadi. Ini harus segera diatasi," ujar Mufida.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.