Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain Alex Noerdin-Dodi Reza, Ini Deretan Ayah dan Anak yang Terjerat Korupsi

Kompas.com - 21/10/2021, 09:09 WIB
Irfan Kamil,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek infrastruktur di kabupaten tersebut.

Dalam kasus ini, Dodi diduga dijanjikan uang Rp 2,6 miliar oleh Direktur PT Selaras Simpati Nusantara Suhandy supaya perusahaan itu memenangkan tender empat proyek pekerjaan di Dinas PUPR Musi Banyuasin.

Pria kelahiran 1 November 1970 itu merupakan anak kandung dari Gubernur Sumatera Selatan periode 2008-2018 Alex Noerdin.

Satu bulan yang lalu, Alex ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus dugaan korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Agung.

Baca juga: Profil Dodi Reza Alex Noerdin, Bupati Musi Banyuasin yang Susul Ayahnya Masuk Penjara

Dua kasus yang menjerat Alex adalah kasus pembelian gas bumi oleh Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan tahun 2010-2019 dan kasus pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang.

Alex pun telah ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung sejak ditetapkan sebagai tersangka.

Kini, Dodi memiliki kisah serupa dengan Alex. Ia mesti mendekam di Rutan Cabang KPK di Gedung Merah Putih KPK untuk 20 hari pertama sejak Sabtu (16/10/2021).

Ia ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka setelah terjaring dalam rangkaian operasi tangkap tangan yang berlangsung pada Jumat (15/10/2021).

Kasus bapak dan anak yang terjerat korupsi seperti ini bukanlah yang pertama terjadi.

Berdasarkan penelusuran Kompas.com, setidaknya ada lima kasus ayah dan anak yang terjerat korupsi di KPK. 

Bupati nonaktif Bandung Barat Aa Umbara Sutisna berjalan memasuki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/6/2021). KPK memeriksa Aa Umbara Sutisna terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang tanggap darurat bencana atau Bansos pandemi COVID-19 pada Dinas Sosial Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2020. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/hp.ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT Bupati nonaktif Bandung Barat Aa Umbara Sutisna berjalan memasuki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/6/2021). KPK memeriksa Aa Umbara Sutisna terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang tanggap darurat bencana atau Bansos pandemi COVID-19 pada Dinas Sosial Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2020. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/hp.

Korupsi bansos di Bandung Barat

KPK menetapkan Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna dan anaknya, Andri Wibawa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan barang darurat Covid-19.

Ayah dan anak ini diduga mendapatkan keuntungan dari proyek pengadaan paket sembako untuk bansos Covid-19.

Baca juga: Terungkap di Sidang, Anak Aa Umbara Bisa Mutasi Pejabat dengan Uang Rp 10 Juta

Aa diduga menerima uang sekitar Rp 1 miliar, sedangkan Andri yang berstatus sebagai pihak swasta disangka telah menerima keuntungan Rp 2,7 miliar.

Kini, kasus dugaan korupsi bansos di Bandung Barat itu tengah dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung.

Korupsi pengadaan Al Quran

Pada 2013, KPK menetapkan mantan anggota Komisi VIII DPR, Zulkarnaen Djabar dan anaknya, Dendy Prasetya, sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengadaan Al Quran dan laboratorium Kementerian Agama.

Keduanya pun divonis bersalah. Zulkarnaen dihukum 15 tahun penjara dan denda Rp 300 juta sedangkan sang anak divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.

Zulkarnaen dan Dendy juga diwajibkan membayar uang negara yang telah mereka korupsi masing-masing Rp 5,7 miliar.

Menurut majelis hakim, Zulkarnaen bersama-sama Dendy dan Ketua Generasi Muda Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong Fahd El Fouz telah mengintervensi pejabat Kementerian Agama (Kemenag) untuk memenangkan PT Batu Karya Mas sebagai pelaksana proyek pengadaan laboratorium komputer madrasah tsanawiyah tahun anggaran 2011.

Baca juga: Zulkarnaen Djabar Divonis 15 Tahun Penjara

Atas jasanya membantu pemenangan PT Batu Karya Mas ini, Zulkarnaen bersama Dendy dan Fahd menerima hadiah berupa uang Rp 4,7 miliar.

Abdul Kadir Alydrus, rekanan yang mewakili PT Batu Karya Mas.

Selain itu, Zulkarnaen terbukti bersama-sama Dendy dan Fahd kembali mengintervensi pejabat Kemenag untuk memenangkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) dalam tender proyek penggandaan Al Quran tahun anggaran 2011 di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.

Modus yang sama juga dilakukan untuk memenangkan PT Sinergi Pustaka Indonesia dalam tender proyek penggandaan Al Quran tahun anggaran 2012.

Dari proyek Al Quran 2011 dan 2012 ini, Zulkarnaen mendapatkan imbalan senilai Rp 9,2 miliar.

Menurut hakim, Zulkarnaen yang saat itu adalah anggota Badan Anggaran DPR juga mendapatkan hadiah uang Rp 400 juta karena telah berhasil memperjuangkan dan menyetujui anggaran APBN-P 2011 untuk Kemenag.

Dengan demikian, menurut hakim, total uang yang diperoleh Zulkarnaen dan Dendy mencapai Rp 14,3 miliar.

Kasus suap DAK Amin Santono dan anak

Kasus korupsi yang melibatkan ayah dan anak sekaligus kembali terjadi dalam kasus pengurusan dana alokasi khusus (DAK) yang menjerat mantan anggota Komisi XI DPR, Amin Santono dan anaknya, Eka Kamaludin.

Baca juga: Amin Santono Dihukum Bayar Rp 1,6 Miliar dan Dicabut Hak Politiknya

Dikutip dari Kompas.id, majelis hakim menyatakan, Amin terbukti menerima uang Rp 3,3 miliar dari Taufik Rahman selaku Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah dan Ahmad Ghiast selaku Direktur CV Iwan Binangkit sebagai penyedia barang/jasa di Kabupaten Sumedang.

Uang tersebut untuk menggerakkan Amin agar meloloskan Kabupaten Lampung Tengah mendapatkan alokasi tambahan anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2018 (APBN) dan Kabupaten Sumedang mendapatkan alokasi tambahan dari APBN-Perubahan tahun 2018.

Dalam praktik kotor tersebut, Amin meminta Eka untuk mengajukan propposal penambahan anggaran beberapa kabupaten guna membiayai bidang pekerjaan prioritas.

Lalu, proposal itu diserahkan kepada Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Badan Anggaran DPR, dan Komisi XI DPR.

Anggota Komisi IX DPR Fraksi Partai Demokrat, Amin Santono, mengenakan rompi tahanan KPK usai menjalani pemeriksaan pasca-operasi tangkap tangan di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/5/2018) dini hari. KPK menetapkan Amin Santono bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji mengenai usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan 2018.ANTARA FOTO/INDRIANTO EKO SUWARS Anggota Komisi IX DPR Fraksi Partai Demokrat, Amin Santono, mengenakan rompi tahanan KPK usai menjalani pemeriksaan pasca-operasi tangkap tangan di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/5/2018) dini hari. KPK menetapkan Amin Santono bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji mengenai usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan 2018.
Amin juga mempertemukan Eka dengan Yaya Purnomo (staf Kementerian Keuangan) yang membantu meloloskan proposal anggaran tersebut.

Atas perbuatannya, ia dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan.

Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 1,6 miliar dan hak untuk dipilih dalam jabatan publiknya dicabut selama tiga tahun.

Sementara itu, Eka divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 1 bulan kurungan serta kewajiiban membayar uang pengganti sebesar Rp 158 juta.

Kasus Wali Kota Kendari dan sang ayah

Praktik korupsi yang melibatkan ayah dan anak juga terjadi di daerah, salah satunya saat mantan Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan ayahnya, Asrun, sama-sama divonis 5,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.

Adriatma dan Asrun dinyatakan terbukti menerima uang Rp 2,8 miliar dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah.

Baca juga: Istri Mantan Wali Kota yang Ditangkap KPK Terpilih Jadi Wakil Wali Kota Kendari

Uang itu diberikan agar Adriatma Hasmun mendapatkan jatah proyek untuk pekerjaan multi years pembangunan jalan Bungkutoko-Kendari New Port tahun 2018-2020.

Selain itu, Asrun terbukti menerima Rp 4 miliar dari Hasmun Hamzah.

Uang itu diberikan karena Asrun, saat menjabat Wali Kota, menyetujui Hasmun mendapatkan jatah proyek di Pemkot Kendari.

Proyek yang dimaksud yakni proyek multiyears pembangunan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari yang menggunakan anggaran tahun 2014-2017.

Selain itu, proyek pembangunan Tambat Labuh Zona III Taman Wisata Teluk (TWT)-Ujung Kendari Beach yang menggunakan anggaran tahun 2014-2017.

Dalam menerima suap, Asrun dan Adiatma menggunakan perantara Fatmawaty Faqih yang menjabat sebagai Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Kendari.

Kasus suap izin Amdal Wali Kota Cilegon

Berbeda dengan kasus-kasus di atas, kasus suap terkait izin analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) Mal Transmart yang menjerat mantan Wali Kota Cilegon Tubagus Imam Ariyadi tidak turut menjerat ayah Tubagus, Aat Syafaat.

Baca juga: Wali Kota Cilegon dan Dua Tersangka Lain Segera Diadili

Aat justru telah lebih dahulu meringkuk di penjara setelah divonis 3,5 tahun penjara pada Maret 2013, 4 tahun sebelum Iman dicokok KPK dalam operasi tangkap tangan, Jumat (22/9/2017).

Dalam kasus yang menjeratnya, Aat disangka merekayasa pemenang lelang dan menggelembungkan harga pembangunan dermaga sehingga menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 11,5 miliar.

Kasus dugaan korupsi itu terjadi ketika Pemerintah Kota Cilegon menyetujui nota kesepahaman (MoU) dengan PT Krakatau Steel terkait tukar guling lahan untuk pembangunan pabrik Krakatau Posco dan dermaga Kota Cilegon.

Sementara itu, Iman dihukum 4 tahun berdasarkan putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung.

Iman dinyatakan terbukti menerima suap Rp 1,5 miliar terkait izin amdal Mal Transmart.

Kasus gratifikasi bupati Kutai Kertanegara

Peristiwa yang dialami Iman juga dialami mantan Buapti Kutai Kertanegara, Rita Widyasari yang dijerat KPK dalam kasus suap dan gratifikasi.

Rita rupanya merupakan anak mantan Bupati Kutai Kertanegara, Syaukani Hasan Rais yang juga terjerat kasus korupsi.

Baca juga: Bupati Kutai Kertanegara Mangkir dari Pemeriksaan KPK

Dalam kasus yang menjeratnya, Rita bersama staf khusunya, Khairudin, dinyatakan terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 110 miliar.

Menurut hakim, Rita menugaskan Khairudin untuk mengkondisikan penerimaan uang terkait perizinan dan proyek-proyek di lingkungan Pemkab Kukar.

Menindaklanjuti permintaan itu, Khairudin menyampaikan kepada para kepala dinas agar meminta uang kepada para pemohon perizinan dan rekanan.

Kemudian, uang-uang tersebut akan diambil alih oleh Andi Sabrin, Junaidi, Ibrahim dan Suroto.

Keempat orang tersebut merupakan anggota tim pemenangan Rita saat mencalonkan diri sebagai Bupati Kukar.

Selain itu, Rita terbukti menerima suap Rp 6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun terkait terkait pemberian izin lokasi perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara kepada PT Sawit Golden Prima.

Atas perbuatannya itu, Rita divonis hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com