Selain itu, Zulkarnaen terbukti bersama-sama Dendy dan Fahd kembali mengintervensi pejabat Kemenag untuk memenangkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I) dalam tender proyek penggandaan Al Quran tahun anggaran 2011 di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
Modus yang sama juga dilakukan untuk memenangkan PT Sinergi Pustaka Indonesia dalam tender proyek penggandaan Al Quran tahun anggaran 2012.
Dari proyek Al Quran 2011 dan 2012 ini, Zulkarnaen mendapatkan imbalan senilai Rp 9,2 miliar.
Menurut hakim, Zulkarnaen yang saat itu adalah anggota Badan Anggaran DPR juga mendapatkan hadiah uang Rp 400 juta karena telah berhasil memperjuangkan dan menyetujui anggaran APBN-P 2011 untuk Kemenag.
Dengan demikian, menurut hakim, total uang yang diperoleh Zulkarnaen dan Dendy mencapai Rp 14,3 miliar.
Kasus suap DAK Amin Santono dan anak
Kasus korupsi yang melibatkan ayah dan anak sekaligus kembali terjadi dalam kasus pengurusan dana alokasi khusus (DAK) yang menjerat mantan anggota Komisi XI DPR, Amin Santono dan anaknya, Eka Kamaludin.
Baca juga: Amin Santono Dihukum Bayar Rp 1,6 Miliar dan Dicabut Hak Politiknya
Dikutip dari Kompas.id, majelis hakim menyatakan, Amin terbukti menerima uang Rp 3,3 miliar dari Taufik Rahman selaku Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah dan Ahmad Ghiast selaku Direktur CV Iwan Binangkit sebagai penyedia barang/jasa di Kabupaten Sumedang.
Uang tersebut untuk menggerakkan Amin agar meloloskan Kabupaten Lampung Tengah mendapatkan alokasi tambahan anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2018 (APBN) dan Kabupaten Sumedang mendapatkan alokasi tambahan dari APBN-Perubahan tahun 2018.
Dalam praktik kotor tersebut, Amin meminta Eka untuk mengajukan propposal penambahan anggaran beberapa kabupaten guna membiayai bidang pekerjaan prioritas.
Lalu, proposal itu diserahkan kepada Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Badan Anggaran DPR, dan Komisi XI DPR.
Amin juga mempertemukan Eka dengan Yaya Purnomo (staf Kementerian Keuangan) yang membantu meloloskan proposal anggaran tersebut.
Atas perbuatannya, ia dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan.
Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 1,6 miliar dan hak untuk dipilih dalam jabatan publiknya dicabut selama tiga tahun.
Sementara itu, Eka divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 1 bulan kurungan serta kewajiiban membayar uang pengganti sebesar Rp 158 juta.
Kasus Wali Kota Kendari dan sang ayah
Praktik korupsi yang melibatkan ayah dan anak juga terjadi di daerah, salah satunya saat mantan Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan ayahnya, Asrun, sama-sama divonis 5,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Adriatma dan Asrun dinyatakan terbukti menerima uang Rp 2,8 miliar dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah.
Baca juga: Istri Mantan Wali Kota yang Ditangkap KPK Terpilih Jadi Wakil Wali Kota Kendari
Uang itu diberikan agar Adriatma Hasmun mendapatkan jatah proyek untuk pekerjaan multi years pembangunan jalan Bungkutoko-Kendari New Port tahun 2018-2020.
Selain itu, Asrun terbukti menerima Rp 4 miliar dari Hasmun Hamzah.
Uang itu diberikan karena Asrun, saat menjabat Wali Kota, menyetujui Hasmun mendapatkan jatah proyek di Pemkot Kendari.
Proyek yang dimaksud yakni proyek multiyears pembangunan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari yang menggunakan anggaran tahun 2014-2017.