Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Pertempuran Laut Arafuru antara Indonesia dan Belanda

Kompas.com - 19/10/2021, 12:25 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - TNI Angkatan Laut segera membuat film sejarah mengenai pertempuran Laut Arafuru yang terjadi di Laut Aru, Maluku, pada 15 Januari 1962 antara Indonesia dan Belanda.

Keseriusan TNI AL mendokumentasikan sejarah tersebut ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama antara TNI AL dan PT Indonesia Televisi Streaming Network (ITSN) mengenai pembuatan film berjudul "Arafuru" di atas KRI Bung Tomo-357, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (18/10/2021).

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono menyatakan, film bermakna heroik tentang pertempuran Laut Arafuru ini harus menjadi inspirasi serta memacu semangat prajurit TNI AL untuk terus membangun kekuatan angkatan perang.

"Nilai-nilai perjuangan, keteladanan dan kepemimpinan yang telah ditorehkan oleh para prajurit Jalasena yakni Komodor Yos Sudarso beserta para kusuma bangsa patut menjadi contoh dan teladan bagi kita generasi penerus bangsa," ujar Yudo, dalam keterangan tertulis, Senin.

Baca juga: TNI AL Segera Buat Film Sejarah Pertempuran Laut Arafuru

Sejarah pertempuran Laut Arafuru

Dalam berbagai catatan sejarah, pertempuran Laut Arafuru juga kerap disebut pertempuran Laut Aru. Hal ini merujuk pada lokasi terjadinya pertempuran.

Penyebab pertempuran Laut Arafuru yakni pengingkaran Belanda terhadap hasil Konferensi Meja Bundar (KMB).

Ketika itu, Belanda berjanji untuk membebaskan Irian Barat (kini Papua Barat), tetapi mengingkarinya. Presiden Soekarno kemudian mengeluarkan Tri Komando Rakyat (Trikora) sebagai misi pembebasan Irian Barat.

Isi Trikora adalah:

1. Gagalkan pembentukan "Negara Boneka Papua" buatan Belanda kolonial;

2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia;

3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.

Baca juga: Pertempuran Laut Aru: Penyebab, Kronologi, dan Dampak

Belanda kemudian memperkuat pertahanannya, sehingga Indonesia perlu membeli persenjataan dari Uni Soviet untuk memperkuat Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).

Tidak hanya APRI, Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) juga diberi misi melakukan operasi infiltrasi pada 1962.

Pada zaman itu, pertempuran Laut Arafuru bisa dibilang berlangsung sengit. Mengingat, kedua negara mengerahkan alat utama sistem persenjataan (alutsista) canggih pada zamannya.

Indonesia mengerahkan empat kapal perang berjenis Motor Torpedo Boat (MTB) tipe Jaguar yang dikerahkan, yakni KRI Matjan Tutul-650, KRI Matjan Kumbang-653, KRI Harimau-654, dan KRI Singa.

Kronologi pertempuran

Misi dimulai pada 9 Januari 1962. Direktur Operasi MBAL Kolonel Sudomo di KRI Harimau berangkat dari Tanjung Priok.

Sementara Komodor Yos Sudarso ikut dalam KRI Macan Tutul bersama Kapten Winarno. Karena sedang menjalankan misi rahasia, mereka dilarang bersinggah di pelabuhan-pelabuhan yang dilewati.

Mereka mendapat suplai makanan dan perbekalan yang dikirim di tengah laut. MTB tiba di perairan Aru pada 15 Januari 1962.

Mereka kemudian bergerak menuju Kaimana pada pukul 17.00 WITA. Operasi yang dijalankan ini memang dirahasiakan dari unit lain.

Akan tetapi, misi mereka berhasil diketahui Belanda. Dua pesawat maritim Belanda berjenis Neptune dan Firefly memergoki MTB Alri pada posisi 04-490 Selatan, 135-020 timur haluan 2390.

Baca juga: Museum Bahari Buka Pameran Pertempuran Laut Jawa dan Selat Sunda

Dua kapal perang Belanda tersebut kemudian menghadang MTB Alri, yaitu Fregat Hr Ms Eversten dan Korvet Hr Ms Kortenaer.

Kortenaer lebih dulu bergerak mendekat dan menembakkan peluru suar. Pada saat bersamaan, Neptune ikut serta menembakkan peluru suar melalui udara.

KRI Macan Tutul dan KRI Matjan Kumbang kemudian menembakkan serangan balik berupa meriam sebesar 40 mm. Ketika keadaan semakin genting, Komodor Yos Sudarso segera mengambil alih pimpinan KRI Matjan Tutul.

Yos Sudarso memerintahkan serangan balik, sedangkan KRI Harimau dan KRI Matjan Kumbang diperintahkan untuk bermanuver putar guna mengecoh Belanda.

Setelah keduanya bermanuver, KRI Matjan Tutul langsung melaju untuk menghadang kapal musuh yang sedang berfokus menyerang KRI Harimau dan KRI Matjan Kumbang.

KRI Harimau dan KRI Matjan Kumbang berhasil selamat dari serangan, sedangkan KRI Matjan Tutul menjadi korban.

Ketika dentuman tembakan meriam melayang di udara, Yos Sudarso mengumandangkan pesan yang berbunyi "kobarkan semangat pertempuran".

Tembakan dari kapal Belanda mengenai kamar penyimpanan mesiu KRI Matjan Tutul, kemudian tenggelam diikuti dengan gugurnya Komodor Yos Sudarso dan pasukannya.

Baca juga: Yos Sudarso: Kiprah, Peran, dan Akhir Hidupnya

Merenggang

Setelah terjadinya pertempuran Laut Arafuru, hubungan ALRI dan AURI merenggang.

AURI dianggap sebagai pihak yang seharusnya bertanggungjawab, karena pesawat-pesawat pengintai perlu memberikan informasi terkini soal kondisi di perairan Maluku.

Oleh sebab itu, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Laksamana Udara Soerjadi Soerjadarma memilih mengundurkan diri pada 19 Januari 1962.

Sumber referensi: Platje, Wes (2001), Dutch Sigint and the Conflict with Indonesia. Inteligence and National Security

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com