PERNYATAAN Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Agus Widjojo tentang hubungan tentara dengan rakyat telah memicu banyak polemik yang cukup ramai di medsos.
Apa sebenarnya yang sedang terjadi?
Membicarakan hubungan tentara dengan rakyat adalah membicarakan sesuatu yang amat sensitif. Hal ini disebabkan oleh setidaknya dua hal yang sangat mempengaruhinya.
Pertama, adalah sejarah kelahiran tentara Indonesia yang berjuang bersama rakyat dan berhasil mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka.
Kedua, adalah catatan sejarah tentang peran tentara di era Orde Baru di ranah sosial politik selama puluhan tahun.
Baca juga: 60 Pati TNI Naik Pangkat, Wakasau A Gustaf Brugman Naik Jadi Bintang Tiga
Setelah bergulir reformasi yang diikuti dengan bubarnya ABRI menjadi TNI dan Polri, kedudukan TNI menjadi sorotan.
Hal tersebut karena banyak sekali yang dikerjakan oleh ABRI ketika itu ternyata adalah merupakan tugas tugas Polri dan pemerintah daerah, bukan tugas tentara.
Kekhawatiran bergesernya kembali peran tentara sebagai alat negara menjadi alat kekuasaan, sampai sekarang masih terlihat di permukaan antara lain dari prosedur fit and proper test oleh DPR bagi para calon Panglima TNI.
Baca juga: Panglima TNI Naikkan Pangkat 60 Perwira Tinggi, Terbanyak TNI AD
Kedua hal tersebut menjadikan topik pembicaraan tentang hubungan tentara dengan rakyat menjadi "sensi".
Dalam hal ini penjelasan tentang hubungan TNI dengan rakyat tidak cukup bisa diutarakan dalam satu atau dua kalimat saja. Misalnya, pernyataan bahwa TNI menyatu dengan rakyat atau sebaliknya TNI tidak menyatu dengan rakyat.
Meminjam istilah anak milenial, maka pasti akan muncul pertanyaan "maksud lo?".
Sekali lagi, itu semua disebabkan karena pernyataan hubungan tentara dengan rakyat menjadi "sensi" berkait dua hal penting yang melatarbelakanginya.
Kesimpulan sementara penjelasan mengenai hubungan tentara dengan rakyat tidak akan cukup dapat dimengerti bila hanya diutarakan dalam satu atau dua kalimat saja.
Apakah TNI menyatu dengan rakyat?
Baca juga: Saat Panglima Sopiri Ketum PBNU Said Aqil Siradj Naik Golf Car di Mabes TNI...
Jawaban terhadap pertanyaan ini saja sudah akan sangat tergantung dari perspektif mana melihatnya.
Apabila dilihat dari mekanisme penyelenggaraan pemilu sebagai tiang utama negara demokrasi maka akan sangat jelas bahwa TNI sangat amat terpisah dengan rakyat.
Pertanyaan berikutnya adalah, lalu bagaimana bila dalam keadaan perang, atau bila ditinjau dari perspektif sistem pertahanan keamanan negara atau penyelenggaraan national security.
Dalam dua sampai tiga dekade belakangan ini, semua negara di permukaan bumi menata sistem pertahanan negaranya dalam pola total defence.
Baca juga: Dua Pesawat Tempur F-15 Mengudara Saat Tragedi 9/11, tetapi AS Tidak Siap Hadapi Serangan Itu
Mengikuti kemajuan teknologi maka perang sudah berubah wujudnya menjadi "perang total" yang memaksa setiap negara menata ulang sistem pertahanannya dengan sistem pertahanan yang juga total sifatnya.
Mengikuti kemajuan teknologi secara universal semua negara dalam menata sistem pertahanannya akan bersandar pada dua hal utama yaitu "total defence" dan "rely on technology".
Indonesia sendiri sudah sejak awal mencetuskan sistem pertahanan yang dikenal sebagai Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta atau Sishankamrata yang konon setelah ABRI bubar berubah menjadi Sishanrata.
Dalam hal ini pertahanan semesta adalah refleksi dari "total defence". Nah, dalam perspektif national security maka menjadi sangat amat jelas rakyat dan tentara harus "menyatu" dalam bingkai total defence atau pertahanan semesta.
Baca juga: Mengenang Kegiatan Kepanduan, Pramuka Tempo Doeloe...
Sekadar catatan saja, Amerika Serikat pasca-tragedi 9/11 membentuk institusi baru yang bernama Department of Homeland Security. Sebuah institusi yang tujuannya adalah memantapkan "total defence system" usai serangan 9/11.
Sejarah Amerika Serikat mencatat dua kali "surprise attack" yaitu serangan mendadak yang datang dari luar pada kejadian Pearl Harbor dan serangan mendadak yang datang dari dalam negeri sendiri yaitu 9/11.
Pelajaran mahal yang harus dibayar oleh Amerika Serikat terhadap dua serangan mendadak yang sangat tidak terduga. Dua serangan mendadak yang sangat tidak terduga yang datang dari luar dan datang dari dalam.
Sebuah realita membuktikan bahwa ancaman terhadap kedaulatan sebuah negara tidak bisa dibagi yang datang dari luar dan yang datang dari dalam negeri. Untuk itu Amerika Serikat memantapkan sistem pertahanan semesta atau pertahanan total dengan membangun Department of Homeland Security.
Kesimpulannya adalah pernyataan tentang hubungan rakyat dengan tentara telah menjadi sulit karena ada dua masalah penting yang melatarbelakanginya.
Hubungan tentara dengan rakyat di alam demokrasi telah memiliki warnanya tersendiri. Dengan demikian maka pernyataan tentang hubungan rakyat dengan tentara sekali lagi tidak bisa disimpulkan atau diutarakan hanya dalam satu atau dua kalimat saja.
Dia memerlukan penjelasan panjang karena hubungan tentara dengan rakyat telah menjadi hot and top issue.
Sebagai penutup, memang diperlukan pemikiran dan pengkajian yang panjang untuk dapat merumuskan dengan sederhana mengenai hubungan tentara dengan rakyat terutama di alam demokrasi.
Tentara pejuang, atau tentara profesional, atau tentara pejuang yang profesional.
Namun di era teknologi 4.0 yang tengah melaju ke masa 5.0 sebenarnya semua akan menjadi jauh lebih mudah. Semua menjadi lebih mudah dalam arti seluruh kegiatan akan terikat erat dengan manual, aturan, regulasi, prosedur dan atau undang-undang yang disepakati bersama.
Selama kegiatan yang dilakukan sesuai atau merujuk pada ketentuan aturan undang undang yang berlaku maka akan tercapailah titik kesimbangan yang jauh dari polemik dan kontroversi.
Follow the rules or follow the fools!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.