Perdebatan lain muncul seputar ide universal basic income. Banyak pihak beranggapan, memberikan bantuan tunai tanpa syarat kepada masyarakat bukanlah keputusan yang bijak.
Ada persepsi soal anggaran yang dibutuhkan terlalu besar jika Jamesta diterapkan secara nasional. Kemudian timbulnya inflasi karena peredaran uang tunai dalam jumlah yang besar.
Ada pula stigma, masyarakat tidak mampu mengelola atau memanfaatkan bantuan tunai secara tepat. Kekhawatiran yang mencuat, uang yang mereka terima akan digunakan untuk membeli barang yang tak sesuai kebutuhan.
Baca juga: Kemiskinan Meningkat, Jaminan Perlindungan Sosial Belum Berubah
Rutger Bregman dalam bukunya berjudul Utopia For Realists (2017) memiliki pandangan yang berbeda.
Pandangannya ini berdasarkan eksperimen sosial pada 2009 terhadap 13 tunawisma di London yang telah hidup di jalanan selama hampir 40 tahun.
Bila dihitung, anggaran negara yang dihabiskan untuk program kesejahteraan sosial bagi ketigabelas orang itu mencapai 400.000 hingga 650.000 poundsterling, dalam setahun. Ini setara lebih dari Rp 7,78 miliar hingga Rp 12,64 miliar.
Kemudian, Broadway, organisasi sosial di London, menginisiasi kebijakan yang cukup radikal. Ketigabelas tunawisma itu diberi bantuan tunai sebesar 3.000 poundsterling atau setara Rp 58,32 juta.
Bantuan diberikan tanpa syarat. Mereka bebas menggunakan uang tersebut untuk keperluan apa pun. Ternyata, eksperimen tersebut menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan.
Tak seperti tudingan bahwa orang miskin akan menggunakan uang yang didapat untuk hal-hal tak berguna, seperti rokok dan minuman keras, bantuan tunai dengan angka signifikan untuk memenuhi kebutuhan dasar ternyata dimanfaatkan dengan baik dan benar.
Dalam satu tahun, ketigabelas tunawisma itu rata-rata hanya menghabiskan 800 poundsterling dari total bantuan yang mereka dapat.
Baca juga: Pandemi Covid-19 Tingkatkan Kemiskinan Kronis hingga 9,84 Juta Jiwa
Simon, salah satu tunawisma, misalnya, berhasil terbebas dari ketergantungan heroin. Hidupnya berubah drastis berkat bantuan tersebut.
Ia mulai memperhatikan kebersihan diri dan mulai mengambil kelas berkebun. Kemudian, ia memutuskan untuk membeli rumah dan mengurus dua anaknya.
Setelah eksperimen itu berjalan selama 1,5 tahun, tujuh orang telah memiliki tempat tinggal. Dua orang memutuskan menyewa apartemen. Hidup mereka berubah dan berdaya secara mandiri, bahkan memiliki rencana-rencana di masa depan.
Menurut Bregman, program tersebut tidak hanya mampu memberdayakan masyarakat miskin agar mampu mandiri, tetapi juga menghemat anggaran negara. Kejahatan sosial akibat ketidakberdayaan hidup juga dapat ditekan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.