Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Pemberian Amnesti, Nama Saiful Mahdi Dinilai Perlu Dipulihkan

Kompas.com - 12/10/2021, 17:49 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) Dhia Al Uyun mengatakan, nama Saiful Mahdi perlu dipulihkan setelah permohonan amnesti dikabulkan oleh pemerintah dan DPR.

Saiful Mahdi merupakan dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh, yang diperkarakan dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Penting bagi Rektor Unsyiah untuk menerima proses ini (amnesti) dan menindaklanjuti dengan cara yang lebih beretika dengan memberikan hak, mengembalikan dan memulihkan nama baik dari Pak Saiful Mahdi," ujar Dhia, dalam diskusi virtual bertajuk Refleksi Kasus Saiful Mahdi dan Pentingnya Revisi UU ITE, Selasa (12/10/2021).

Baca juga: Jokowi Teken Keppres Amnesti untuk Saiful Mahdi

Dhia menilai, pemberian amnesti bukan berarti kasus yang dialami Saiful Mahdi telah berakhir. Ia mengatakan, ada proses berikutnya yang perlu dilakukan, yakni mengembalikan hak Saiful Mahdi di lingkungan kampusnya.

"Karena sering kali proses hukum ini akhirnya membuat seseorang kehilangan haknya secara kepegawaian, sebagia ASN dan juga kehilangan haknya," kata Dhia.

Terkait kriminalisasi yang dialami Saiful Mahdi, Dhia menilai bahwa penyampaian kritik kerap kali direspons dengan laporan atas dugaan pencemaran nama baik.

Ironisnya, persepsi tersebut terjadi di lingkungan akademik. Padahal, kritik sebetulnya bisa memperbaiki situasi.

"Kita tahu bahwa dalam keilmuan, kritik itu dapat membuat dialektika menjadi lebih baik, proses diskursus, proses pencapian terhadap kebenaran ilmu pengetahuan itu terjadi," imbuh dia.

Baca juga: Pelajaran dari Kasus yang Menjerat Saiful Mahdi...

Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pemberian amnesti untuk Saiful Mahdi.

Kasus yang menjerat Saiful Mahdi berawal dari kritik yang ia sampaikan terkait proses tes CPNS untuk dosen di Fakultas Teknik Unsyiah pada 25 Februari 2019.

Saiful mengkritik proses rekrutmen lantaran dirinya mengetahui adanya berkas peserta yang diduga tak sesuai persyaratan, namun tetap diloloskan oleh pihak kampus. Kritik itu disampaikan melalui grup WhatsApp.

Saiful lantas dilaporkan ke pihak kepolisian oleh rektor. Tepat pada 2 September 2019, Saiful ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik dengan menggunakan Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang ITE.

Kemudian, Saiful ditetapkan bersalah dengan vonis 3 bulan penjara dan denda Rp 10 juta oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh pada 4 April 2020.

Baca juga: Mensesneg: Hari Ini Keppres Amnesti Saiful Mahdi Kami Kirim

 

Saiful sempat mengajukan permohonan banding dan kasasi, namun ditolak. Kejaksaan Negeri Banda Aceh pun mengeksekusi vonis terhadap Saiful pada 2 September 2021.

Sejak saat itu, dukungan terhadap Saiful berdatangan. Berbagai pihak mulai dari koalisi advokasi hingga 38 akademisi dari Australia pun mengirimkan surat permohonan amnesti ke Jokowi untuk Saiful.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Puncak Perayaan HUT Ke-78 TNI AU Akan Digelar di Yogyakarta

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Sudirman Said Berharap MK Penuhi Rasa Keadilan

Nasional
Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com