Prawirotaman adalah kawasan wisata yang memadukan suasana kampung perkotaan serta legitnya kuliner yang dijajakan.
Berjarak lima kilometer dari pusat Kota Yogyakarta, Prawirotaman dikenal sebagai kampung turis. Film "Ada Apa dengan Cinta" yang populer itu pernah syuting di kawasan ini dan membuat Prawirotaman terkenal.
Prawirotaman semula adalah kampung yang dikelola bangsawan Keraton Yogyakarta yang bernama Prawirotomo di awal abad 19. Epos perjuangan di masa kemerdekaan menyebut tempat itu sebagai markas Pasukan Hantu Maut dan Prajurit Prawirotomo.
D era 1960-an Prawirotaman dikenal sebagai sentra batik. Seiring dengan berkembangnya industri batik cap atau printing, Prawirotaman beralih menjadi daerah penginapan di masa 1970-an.
Kini beragam usaha tumbuh di sana. Ada penginapan dari kelas melati hingga bintang, kafe, dan restoran. Masakan nusantara hingga mancanegara bisa ditemukan di sana. Art shop dan tours travel juga bertebaran di sana.
Untuk mencari es krim gelato terenak atau masakan aglio olio dari Italia terlezat, datang saja ke Prawitotaman. Ingin mencari bacaan berupa novel asing atau buku-buku bermutu, datangi saja Prawirotaman. Tarif penginapan di sana berkisar di Rp 120 hingga Rp 800 ribu per malam.
Saya pernah menginap dua kali di penginapan yang berbeda sebelum pandemi dan sekali di saat pandemi. Di tiap kunjungan saya menginap 3 hari.
Sungguh kontras suasana Prawirotaman sebelum dan di era pandemi. Dulu, lalu lintas begitu ramai lalu lalang. Ada masa bus-bus yang mengangkut pelajar yang tengah karyawisata kesulitan mencari parkir.
Saat pandemi datang, Prawirotaman menjadi sunyi. Beberapa usaha di sana gulung tikar. Sepinya wisatawan membuat warga yang hidup dari sektor pariwisata menjadi terpuruk.
Sebuah minimarket yang biasanya dijalankan lima pegawai di tiap shift, kini hanya dikerjakan dua orang. Penjual soto gerobak yang mangkal di depan minimarket tersebut yang biasanya ramai melayani pembeli, kini beringsut sepi.
Melandainya angka Covid dan dilonggarkannya PPKM membuat prawirotaman mulai menggeliat. Beberapa penginapan mulai mendapat tamu di akhir minggu.
Walau masih jarang, namun satu dua turis asing mulai terlihat lalu-lalang di Prawirotaman. Outlet penjualan es krim juga terlihat semarak lagi.
Usaha laundry juga mulai kembali menjalankan mesin-mesin cucinya. Kedai-kedai kopi juga mulai buka. Bahkan, ada usaha baru yang memadukan konsep penginapan dan restoran mulai dibuka. Senyum mulai sedikit mengembang di Prawirotaman.
Beberapa warga yang dituakan di Prawirotaman mengaku sikap sareh, sumeh, dan semeleh begitu dihayati dalam kehidupan di masa pandemi ini. Keprihatinan yang berlangsung lebih dari 1,5 tahun sejak wabah menjangkit kini mulai membuahkan hasil.
Keturunan Prawirotomo yang menjadi cikal bakal tumbuhnya keturunan tiga keluarga besar yaitu Werdoyoprawiro, Suroprawiro, dan Mangunprawiro memaknai setiap situasi kehidupan adalah ujian. Saat ramai adalah ujian. Saat lengang pun ujian.
Membumikan makna sareh, sumeh, dan semeleh pada tataran praksis kehidupan termasuk di sekor pariwisata menjadi kunci kebangkitan di masa Covid yang kian melandai. Harapan harus terus dibangun di tengah ketidakpastian.
Di saat kita lelah karena terlalu gesit mencari rezeki, kita butuh relaksasi. Kini saatnya melampiaskan kerinduan akan kehidupan yang semenjana dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan.
Selamat merasakan ritme hidup yang melambat di Prawirotaman. Selamat meresapi sareh, sumeh, dan semeleh di Prawirotaman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.