JAKARTA, KOMPAS.com - Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Faldo Maldini mengatakan, amnesti yang diberikan kepada Saiful Mahdi merupakan bentuk komitmen negara dalam melindungi kebebasan berpendapat.
Dia menegaskan, negara hadir melindungi kebebasan tersebut.
"Kami melihat ini tidak hanya sebagai sebuah kertas amnesti. Namun, bentuk komitmen terhadap kebebasan berpendapat," ujar Faldo saat dikonfirmasi pada Sabtu (9/10/2021).
"Negara hadir melindungi kebebasan tersebut. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak lelah memberikan masukan," lanjutnya.
Baca juga: Berkaca Kasus Saiful Mahdi, Koalisi Advokasi Minta Pemerintah dan DPR Serius Bahas Revisi UU ITE
Pemerintah pun, kata Faldo, menyambut baik pertimbangan DPR.
Lebih lanjut, Faldo menjelaskan, pemberian amnesti tersebut juga konsisten dengan pernyataan Presiden Joko Widodo mengenai UU ITE bahwa pelaksanaan aturan itu harus mengedepankan keadilan dan prinsip restorative justice.
Kemudian, sambil menanti pembahasan revisi UU ITE, pemerintah menyusun surat keputusan bersama (SKB) mengenai penerapan UU ITE.
"Sembari menunggu pembahasan revisi UU ITE ini, sudah ada SKB yang mengharuskan penerapan UU ITE agar lebih selektif. Tunggu saja, masih ada waktu. Sedang dikerjakan," tutur Faldo.
Sebelumnya, DPR menyetujui pemberian amnesti kepada dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Saiful Mahdi, terpidana kasus pencemaran nama baik.
Baca juga: Amnesti Disetujui, Koalisi Advokasi Minta Saiful Mahdi Segera Dibebaskan
Pemberian amnesti kepada Saiful disetujui dalam Rapat Paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar, Kamis (7/10/2021).
Muhaimin menjelaskan, DPR telah menerima surat dari Presiden Joko Widodo pada 29 September 2021 terkait permintaan pertimbangan atas permohonan amnesti Saiful.
Ia menuturkan, dalam surat tersebut dijelaskan bahwa Saiful dijatuhi hukuman pidana penjara selama tiga bulan dan denda Rp 10 juta subsider satu bulan kurungan.
Saiful dinilai bersalah melakukan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Muhaimin mengatakan, DPR akan mengirimkan jawaban tertulis atas permintaan tersebut kepada Presiden Jokowi.
Kasus Saiful Mahdi berawal dari kritik Saiful atas proses penerimaan CPNS untuk posisi dosen di Fakultas Teknik, pada Maret 2019, melalui grup WhatsApp.
Saiful mengkritik berkas peserta yang diduga tak sesuai syarat, tetapi tetap diloloskan oleh pihak kampus.
Akibatnya, ia diperkarakan menggunakan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Saiful diduga mencemarkan nama baik Dekan Fakultas Teknik Unsyiah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.