Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Jokowi Diminta Pecat Pimpinan KPK yang Langgar Etik

Kompas.com - 08/10/2021, 20:19 WIB
Irfan Kamil,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo didesak untuk memecat komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terbukti melanggar etik.

Guru Besar Universitas Sumatera Utara, Ningrum Sirait menilai, pelanggaran etik yang telah nyata dilakukan pimpinan KPK dapat dipandang sebagai pertanda buruk merosotnya etika negara.

Baca juga: Dewas Dinilai Punya Tanggung Jawab Laporkan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli secara Pidana

Padahal, preseden sebelumnya, Presiden Jokowi berani memberhentikan komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang melanggar etika.

“Saya sedih melihat pemerintah, terutama Bapak Presiden, diam dan menarik diri dari penegakkan etika di KPK,” ujar Ningrum dalam webinar “Anomali Penegakan Etika Penyelenggara Negara: Studi Kasus KPK” pada Jumat, (8/10/2021).

“Pak Jokowi sudah dalam periode kedua, Anda nothing to lose, kenapa enggak berbuat sesuatu yang remarkable (luar biasa) yang membuat kita tetap hormat pada Anda?” ucap dia.

Adapun dua komisioner KPK telah terbukti melanggar etik.

Baca juga: Polemik TWK, ICW Minta Kapolri Berhentikan Firli dari Jabatan Jenderal Polisi

 

Ketua KPK Firli Bahuri terbukti bergaya hidup mewah menggunakan helikopter dalam perjalanan pribadinya di Sumatera Selatan.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar terbukti berkomunikasi dengan terpidana korupsi mantan Wali Kota Tanjungbalai, M. Syahrial, di tengah penanganan perkara jual beli jabatan.

Adapun, Dewan Pengawas KPK hanya menegur Firli secara tertulis, sedangkan Lili diberi sanksi pemotongan gaji.

Dalam riset psikologi kognitif korupsi Kendra Dupuy dan Siri Neset dari CHR Michelsen Institute, ujar Ningrum, organisasi yang membiarkan pelanggaran etika atau menegakkan sanksinya secara tidak konsisten akan mengalami pemudaran etika, atau ethical fading.

Apabila pelanggaran etika dibiarkan terus-menerus, kata dia, mereka justru menjadi nilai baru dalam organisasi tersebut.

“Artinya, nilai dan perilaku dari organisasi secara menyeluruh akan melanggar etika masyarakat,” kata Ningrum.

Baca juga: ICW Minta Kapolri Beri Sanksi ke Firli Bahuri, Pemecatan Dirasa Pantas

Dia pun mengaku khawatir jika pemudaran etika terjadi di Indonesia, dengan kasus pelanggaran etika di KPK sebagai pemicunya.

“Kalau dibiarkan terus menerus, orang lupa yang benar sebenarnya apa ukurannya dan siapa. Apakah kita semua akan menjadi the sick society?” Ucap Ningrum.

Dia juga menyoroti nurani para petinggi KPK baik pimpinan maupun Dewas Pengawas.

Ningrum mempertanyakan apakah pimpinan maupun Dewas bisa tidur nyenyak di situasi yang absoritas tersebut.

“Komisioner dan Dewan Pengawas KPK, berbunyikah sanubari Anda melihat kondisi ini? Kalau Bapak-Ibu masih tidur nyenyak, Anda membiarkan absurditas ini,” ucap dia.

“Anda yang membiarkan degradasi moral lembaga terjadi, mendiamkannya, menganggap anomali atau absurditas suatu kenormalan, bisa jadi Anda-lah pendukung dan crime maker-nya,” tutur Ningrum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Nasional
Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Nasional
Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Nasional
Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Nasional
Petugas 'Ad Hoc' Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Petugas "Ad Hoc" Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Nasional
Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Nasional
Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Nasional
Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasional
KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Nasional
Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Nasional
Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Nasional
KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

Nasional
KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Megawati Kirim 'Amicus Curiae' ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Megawati Kirim "Amicus Curiae" ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com