Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satgas: Euforia Penurunan Kasus Covid-19 Tak Boleh Bikin Pemerintah dan Masyarakat Lengah

Kompas.com - 07/10/2021, 19:50 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, penurunan kasus Covid-19 tidak boleh membuat pemerintah dan masyakat Indonesia lengah.

Berkaca dari pengalaman berbagai negara, euforia setelah penurunan kasus Covid-19 yang diikuti melonggarkan protokol kesehatan dapat memicu gelombang penularan baru.

"Beberapa pelajaran yang dapat euforia penurunan kasus Covid-19 tidak boleh jadikan pemerintah dan masyarakat lengah," ujar Wiku dalam konferensi pers secara daring melalui YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (7/10/2021).

Baca juga: Puluhan Kasus Covid-19 di PON XX, Satgas: Papua Punya 58 Fasilitas Isolasi Terpusat

Menurutnya, saat kondisi pandemi di Indonesia membaik seperti sekarang ini, protokol kesehatan justru harus lebih disiplin untuk dilakukan.

Terlebih, saat ini kegiatan masyarakat mulai berjalan secara normal.

"Perlu pengawasan protokol kesehatan pada aktivitas masyarakat. Utamanya untuk kegiatan yang berpotensi meningkatkan penularan seperti kegiatan keagamaan, wisata, sosial dan ekononomi," tegas Wiku.

Dia pun mengungkapkan, Indonesia terbilang cukup baik dalam mengatasi kenaikan kasus pada lonjakan atau gelombang kedua, yakni hanya berlangsung selama dua bulan.

Kemampuan Indonesia ini disebutnya lebih baik dari India dan Turki yang membutuhkan waktu tiga bulan untuk akhirnya dapat turun.

Baca juga: Satgas Sebut Perilaku Manusia Salah Satu Faktor Penyebab Gelombang Baru Covid-19

Selain itu, besarnya penurunan kasus di Indonesia juga dapat bersaing dengan Jepang yang sama-sama turun 98 persen.

Hal ini juga dibandingkan dengan negara lain seperti Vietnam yang turun 73 persen, India yang turun 90 persen dan Turki dengan penurunan 93 persen.

Di Indonesia sendiri, kata Wiku, lonjakan kasus terjadi pasca liburan Idul Fitri.

Yang mana mobilisasi yang meningkat dan kegiatan mengunjungi keluarga memberi ruang penularan bagi varian delta virus corona di tengah masyarakat.

Baca juga: Satgas: Pelaku Perjalanan Internasional Tak Penuhi Syarat Dipulangkan ke Negara Asal

"Untuk menghadapinya indonesia bergerak cepat menerapkan kebijakan berlapis yang meliputi pembatasan kegiatan yang disesuaikan dengan tingkat kondisi hingga tingkat kabupaten/kota. Pembatasan mobilitas dalam dan luar negeri," jelas Wiku.

Lalu, penguatan fasilitas pelayanan kesehatan, respons cepat penyediaan obat-obatan dan penyediaan tempat isolasi terpusat di beberapa daerah dengan kasus tinggi serta pengawasan protokol kesehatan lewat pemberdayaan masyarakat melalui satgas dan posko di daerah.

Di samping itu, dilakukan pula penguatan layanan digital kesehatan serta percepatan vaksinasi Covid-19.

"Perlindungan berlapis ini jadi kunci (penanganan Covid-19) Indonesia unggul dibandingkan negara lain," tambah Wiku.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com