JAKARTA, KOMPAS.com - Alokasi anggaran yang lebih besar untuk investasi pada bidang riset dan pengembangan teknologi dinilai perlu untuk mewujudkan visi Indonesia maju pada 2045.
Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Philips J Vermonte mengatakan, anggaran lebih besar pada riset dan teknologi merupakan faktor penting yang dapat menumbuhkan berbagai macam inovasi.
“Kita harus mengembangkan ekonomi yang berbasis inovasi dan teknologi,” kata Philips, dalam diskusi dan peluncuran buku Menuju Indonesia 2045, di Jakarta, Rabu (6/10/2021), dikutip dari Antara.
Baca juga: Sambut Indonesia Emas 2045, Kementerian KP Siapkan Riset Sosial Ekonomi
Pendapat Philips itu juga menjadi posisi CSIS dalam hasil kajian terkait proyeksi Indonesia 2045, sejalan dengan pandangan sejarawan Paul Kennedy dalam buku The Rise and Fall of The Great Powers.
Dalam buku itu, Paul menemukan negara-negara dapat tumbuh menjadi adidaya karena menciptakan inovasi dan kemajuan pada bidang teknologi.
“Itu sudah prasyarat paling utama. Tidak mungkin negara jadi besar tanpa menjadi negara yang mengembangkan inovasi dan teknologi,” kata Philips.
Philips menuturkan, Indonesia masih memiliki banyak hal yang wajib dibenahi demi mewujudkan visi pada 2045, salah satunya meningkatkan alokasi anggaran riset.
“Pengeluaran Indonesia untuk riset per 2018 hanya 0,1 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto). Ini jumlah yang kecil sekali. Korea Selatan itu mengeluarkan 4,1 persen dari PDB-nya,” tutur dia.
Baca juga: Wapres: Riset dan Inovasi Penting untuk Kemajuan Ekonomi Negara
Philips menyampaikan, Korea Selatan dan Indonesia pada rentang 1970-an ada pada kondisi yang tidak jauh berbeda, terutama pada sektor pendapatan per kapita, tingkat kemajuan dan pendidikan.
“Tapi karena mereka serius spending (mengeluarkan anggaran) bidang riset, lompatannya luar biasa,” kata Philips.
Pembicara lainnya dalam diskusi tersebut, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Agus Widjojo, menjadikan Korea Selatan sebagai salah satu contoh negara yang sukses menggunakan soft power atau kekuatan non-militer dalam membangun perekonomian dan menyebarkan pengaruh ke negara lain.
Soft power Korea Selatan itu di antaranya kultur Korean Pop atau K-Pop yang saat ini digandrungi anak-anak muda hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Menurut Philips, keberhasilan K-Pop yang turut menumbuhkan industri lain di Korea Selatan, merupakan hasil riset selama bertahun-tahun.
“Yang kita lihat K-Pop, tapi di belakangnya ada riset dan inovasi yang dilakukan secara terus-menerus,” ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.