Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satgas Sebut Perilaku Manusia Salah Satu Faktor Penyebab Gelombang Baru Covid-19

Kompas.com - 06/10/2021, 21:22 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, masyarakat perlu memahami faktor penyebab lonjakan kasus positif atau gelombang baru Covid-19.

Menurut Wiku, virus corona tidak bisa dijadikan sebagai entitas tunggal penyebab penyebaran Covid-19.

Masyarakat melihat faktor-faktor lain yang menstimulasi persebarannya.

"Misalnya dinamika evolusinya dan perilaku manusia yang mendukung peningkatan transmisinya yang cukup khas di tiap-tiap wilayah," ujar Wiku dilansir dari siaran pers di laman resmi covid19.go.id, Rabu (6/10/2021).

Baca juga: Cegah Terjadinya Gelombang Ketiga Covid-19, Pemerintah Akan Kontrol Aktivitas Masyarakat Saat Natal dan Tahun Baru

Dia menjelaskan, penyebab gelombang pertama Covid-19 di hampir seluruh negara adalah masih rendahnya pemahaman terkait penyakit ini termasuk oleh para ahli dan ilmuwan di bidang penyakit menular.

Selain itu, penyebaran Covid-19 dari Wuhan ke negara-negara lain terjadi akibat mobilitas yang besar antarnegara

"Mobilitas yang besar ini menyebabkan Covid-19 selanjutnya menjadi pandemi," tutur Wiku.

Sementara itu, penyebab gelombang kedua, yakni kemunculan berbagai varian baru virus corona, seperti Alfa, Beta, Gamma dan Delta di beberapa negara seperti Inggris, Afrika Selatan dan India.

Kondisi tersebut ditambah tidak disertai dengan penjagaan mobilitas antarnegara menyebabkan gelombang ikutan ke negara-negara tetangga, termasuk ke Indonesia.

Baca juga: Benarkah Gelombang Ketiga Covid-19 Indonesia Terjadi Awal Tahun 2022?

Wiku melanjutkan, merujuk pada studi dari Rusia tahun 2021 mengenai analisis regresi data Covid-19 dari 35 negara di dunia, disebutkan bahwa mayoritas penyebaran varian baru di beberapa negara tersebut terjadi akibat pergerakan domestik yang memperparah penyebaran varian impor.

Sedangkan di Spanyol Jepang dan Korea Selatan, peningkatan signifikan terjadi akibat penularan di komunitas atau klaster.

Sehingga penderita COVID-19 umumnya berasal dari kelompok yang sama. Contohnya ibu hamil dan anak-anak untuk di Spanyol dan kasus di perkantoran untuk di Jepang.

Selanjutnya gelombang ketiga yang terjadi di Kentucky, Amerika Serikat, disebabkan oleh distribusi varian baru yaitu R1 dan varian Mu di Columbia.

Baca juga: Satgas: Kita Perlu Waspada dan Antisipasi Gelombang Ketiga Covid-19 di Indonesia

"Selain itu pembukaan sektor sosial ekonomi yang tidak disertai kepatuhan protokol kesehatan yang tinggi, menyebabkan lonjakan kasus di Singapura, beberapa negara di Eropa dan Afrika," ungkap Wiku.

Dia pun mengingatkan, walaupun saat ini Indonesia telah mulai melakukan kegiatan produktif secara bertahap, tetapi masyarakat harus tetap berhati-hati dalam beraktivitas.

"Jangan serta merta melupakan pentingnya proteksi protokol kesehatan baik memakai masker menjaga jarak dan menjauhi kerumunan," kata Wiku.

"Kepatuhan ini merupakan kunci mencegah timbulnya gelombang baru," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

Nasional
Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

Nasional
Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

Nasional
Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com