JAKARTA, KOMPAS.com - Sebelum menjadi institusi yang terpisah seperti saat ini, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian RI (Polri) sempat bersama-sama dalam rentang waktu cukup lama tergabung dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Pembentukan organisasi angkatan perang dan kepolisian itu terjadi pada 1962.
ABRI dipimpin oleh Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Panglima Angkatan Bersenjata.
Menhankam Pangab membawahi empat institusi, yaitu TNI Angkatan Darat (TNI AD), TNI Angkatan Laut (TNI AL), TNI Angkatan Udara (TNI AU), dan kepolisian.
Baca juga: Mengenal 6 Pasukan Elite TNI dengan Ciri Khas dan Kemampuan Khusus
Menurut catatan pada situs TNI (tni.mil.id), tujuan menyatukan angkatan bersenjata di bawah satu komando itu demi mencapai efektifitas dan efisiensi dalam melaksanakan peran dan tugas, serta tidak mudah terpengaruh kepentingan kelompok politik tertentu.
Namun, pada 1998, setelah Soeharto turun dari kursi presiden, wacana pemisahan polisi dari ABRI menguat.
Hal ini bertalian dengan salah satu agenda reformasi, yaitu penghapusan dwifungsi ABRI.
Dilansir dari Kompaspedia di Kompas.id, kehadiran ABRI pada masanya menimbulkan kerancuan, tumpang tindih, dan penyimpangan peran serta fungsi keduanya.
Baca juga: Industri Pertahanan Berkembang, Ini Jajaran Alutsista Produksi Dalam Negeri
Hal ini berakibat pada tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi. Sebab, jabatan sipil pada saat itu dipegang oleh tentara.
Pada 1 April 1999, di masa kepemimpinan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, keluar sebuah Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1999 tentang Langkah-langkah Kebijakan dalam Rangka Pemisahan Kepolisian dari ABRI.
Namun, pemisahan itu belum terealisasi hingga akhir pemerintahan BJ Habibie.