JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana kunjungan kerja Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ke Ekuador dan Brasil dipertanyakan.
Awalnya, kunker ini diketahui dari surat nomor LG/13489/DPR RI/IX/2021 perihal Permintaan Nama Anggota Baleg ke Luar Negeri. Surat tersebut ditujukan kepada Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Baleg DPR.
Terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), kunker dijadwalkan pada 31 Oktober hingga 22 November 2021.
Baca juga: Alasan DPR Kunker ke Luar Negeri Terkait RUU PKS Dinilai Tak Relevan
Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus mengatakan, kunker diperlukan agar pembahasan RUU PKS tidak mendapatkan keluhan dari publik.
Ia menyebutkan, RUU PKS merupakan salah satu regulasi yang sensitif, sehingga DPR merasa perlu memperoleh informasi sebanyak-banyaknya melalui kunjungan kerja.
"Kita tidak ingin setelah undang-undang jadi ternyata dikomplain orang, menjadi masalah karena kita tidak melakukan suatu studi banding, tidak melakukan (menerima) masukan," kata Lodewijk di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (4/10/2021).
Lodewijk menuturkan, Brasil dipilih sebagai tujuan kunjungan kerja agar DPR mengetahui cara mereka mengimplementasikan undang-undang dalam mengatasi masalah kekerasan seksual.
"Kalau di sana dianggap sebagai kultur, kita kan tidak, tetapi ada sesuatu yang tentunya kita perlu petik dari bagaimana mengimplementasikan dari aspek struktur atau kelembagaan dan perundang-undangan," kata Lodewijk.
Baca juga: Baleg DPR Rencanakan Kunjungan Kerja ke Ekuador dan Brasil di Tengah Pandemi
Sementara, Ekuador dipilih karena negara tersebut merupakan negara yang mampu mengimplementasikan undang-undang antikekerasan kepada perempuan.
Menurut Lodewijk, DPR akan melihat perbedaan Brasil dan Ekuador dalam mengatasi persoalan kekerasan sesksual.
"Sehingga nantinya saat uji publik ataupun tahapan selanjutnya dari RUU ini, kita bisa betul-betul mendapatkan masukan dan kita bisa mengimplementasikan secara baik di Indonesia," ujar Lodewijk.
Politikus Partai Golkar itu menambahkan, kunjungan kerja secara langsung juga dipilih agar DPR memperoleh temuan langsung di lapangan.
Sementara, apabila studi banding dilakukan secara online, DPR hanya akan mendapatkan informasi dari data-data yang sudah disiapkan sebelumnya.
"Masukan-masukan itu yang kita harapkan didapat langsung di lapangan, tidak disiapkan ya, namanya pertemuan secara online tentunya ada keterbatasan," kata Lodewijk.
Baca juga: Ini Alasan DPR Pilih Brasil dan Ekuador Jadi Tujuan Kunker soal RUU PKS
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus berpandangan, alasan DPR melakukan kunjungan kerja tidak relevan.