Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Setuju Beri Amnesti ke Saiful Mahdi, Mahfud: Tinggal Tunggu DPR

Kompas.com - 05/10/2021, 18:07 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan, Presiden Joko Widodo menyetujui pemberian amnesti kepada dosen Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Saiful Mahdi yang dipenjara karena terjerat UU ITE.

Mahfud mengatakan, Presiden telah mengirimkan surat kepada DPR terkait pemberian amnesti pada 29 September 2021.

"Sekarang kita tinggal menunggu dari DPR apa tanggapannya karena surat itu mesti dibahas dulu oleh Bamus, lalu dibacakan di depan Sidang Paripurna DPR, jadi kita tunggu itu. Yang pasti, dari sisi pemerintah, prosesnya sudah selesai," ujar Mahfud, dalam keterangan tertulis, Selasa (5/10/2021).

Baca juga: Saiful Mahdi, Dosen Universitas Syiah Kuala yang Kena UU ITE, Kritik di WA Berujung Penjara

Mahfud menyebutkan, pemerintah telah bergerak cepat dalam upaya pemberian amnesti kepada Saiful Mahdi.

Upaya pemberian amnesti sendiri diawali dengan dialog yang dilakukan Mahfud bersama istri dan pengacara Saiful Mahdi pada 21 September 2021.

Sehari berikutnya, Mahfud langsung menggelar rapat bersama pimpinan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan Kejaksaan Agung .

Kemudian, pada 24 September 2021, pihaknya melaporkan kepada Jokowi dan langsung setuju.

Namun demikian, pemberian amnesti sendiri juga memerlukan pertimbangan dari DPR.

Hal itu sebagaimana Pasal 14 ayat 2 UUD 1945 yang mengharuskan Presiden mendengarkan DPR lebih dulu apabila akan memberikan amnesti dan abolisi.

Baca juga: 38 Akademisi dari Australia Surati Jokowi, Minta Amnesti untuk Saiful Mahdi

Mahfud menyatakan, pemerintah bekerja cepat dalam kasus ini karena sudah berkomitmen untuk tidak terlalu mudah menghukum orang.

"Kita kan pinginnya restorative justice dan ini kasusnya hanya mengkritik dan mengkritik fakultas bukan personal karena itu menurut saya layak dapat amnesti, makanya kita perjuangkan," tegas dia.

Diketahui, kasus ini berawal dari kritik Saiful terhadap proses penerimaan tes CPNS untuk dosen di Fakultas Teknik Unsyiah pada 25 Februari 2019.

Saiful mengkritik proses rekrutmen lantaran dirinya mengetahui adanya berkas peserta yang diduga tak sesuai persyaratan, namun tetap diloloskan oleh pihak kampus. Kritik itu disampaikan melalui grup WhatsApp.

Adapun kalimat kritik yang dilayangkan Saiful sebagai berikut:

"Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai!!! Kenapa ada fakultas yang pernah berjaya kemudian memble? Kenapa ada fakultas baru begitu membanggakan? Karena meritokrasi berlaku sejak rekrutmen hanya pada medioker atau yang terjerat “hutang” yang takut meritokrasi".

Baca juga: Duduk Perkara Dosen Unsyiah Saiful Mahdi Dikriminalisasi Usai Kritik Kampus

Tak terima atas kritik tersebut, Dekan Fakuktas Teknik Unsyiah Taufiq Mahdi lantas melaporkan Saiful ke Polrestabes Banda Aceh dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Setelah dilaporkan, Saiful kemudian menjalani pemeriksaan. Tepat pada 2 September 2019, pihak penyidik Polrestabes Banda Aceh menetapkan Saiful sebagai tersangka pencemaran nama baik, dengan menggunakan Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang ITE.

Dalam perjalanan kasus ini, Saiful kemudian tetapkan bersalah dengan vonis 3 bulan penjara dan denda Rp 10 juta oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh pada 4 April 2020.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com