JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Eddy Hiariej mengatakan, gratifikasi maupun suap adalah bentuk dari tindak pidana korupsi yang identik, tetapi tidak sama.
Menurut Eddy, gratifikasi dan suap dalam bahasa anak sekarang adalah beti alias beda tipis.
Hal itu diungkapkan saat membuka kegiatan Lokakarya Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) Persiapan Desk Evaluasi Tim Penilai Nasional pada Senin (4/10/2021).
“Dalam bahasa undang-undang bunyinya begini, setiap gratifikasi dianggap suap. Tetapi mengapa pembentuk undang-undang harus memisahkan itu? Karena ada perbedaan prinsip antara gratifikasi dan suap,” ujar Eddy melalui siaran pers, Selasa (5/10/2021).
Baca juga: Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Tersangka Suap, Apa Bedanya dengan Gratifikasi?
Eddy menjelaskan bahwa perbedaan antara gratifikasi dan suap sesungguhnya terletak pada adanya kesepakatan (meeting of minds).
“Kalau suap ada meeting of minds, ada kesepakatan. Tapi kalau gratifikasi, without meeting of minds, tidak ada kesepakatan,” ujar pria asal Ambon itu.
Eddy mencontohkan, ada seseorang yang datang menemuinya untuk minta dipromosikan dengan mengiming-imingi sesuatu berhasil. Jika itu terealisasi, bisa disebut sebagai perbuatan suap menyuap. Karena ada meeting of minds, adanya kesepakatan.
Sementara itu, gratifikasi adalah pemberian tanpa adanya kesepakatan yang dibangun dari awal.
“Tetapi kalau misalnya dalam suatu kewenangan kita mengangkat orang dalam suatu jabatan, setelah orang itu diangkat dan kemudian dia datang memberikan sesuatu, itu namanya bukan suap, tetapi namanya gratifikasi,” kata Eddy.
“Karena tidak ada tidak meeting of minds, tidak ada kesepakatan sebelumnya,” sambungnya.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada ini menekankan pentingnya aparat sipil negara untuk menghindari perilaku gratifikasi.
Sebab menurutnya, apabila orang mampu menghindari gratifikasi, maka ia akan mampu menghindari suap.
“Oleh karena itu, ketika seorang pejabat publik telah menduduki jabatannya, maka yang harus dicegah, yang harus dijaga, itu bukan suap, (tetapi) gratifikasi,” ucap Eddy.
“Karena ketika dia bisa menghindari gratifikasi, maka dengan sendirinya dia menghindari suap,” kata dia.
Baca juga: Wamenkumham Akui Pasal Pencemaran Nama Baik di UU ITE Resahkan Masyarakat
Untuk bisa mengindari suap dan gratifikasi, Eddy menekankan pentingnya integritas dalam setiap diri pejabat dan pengelola publik.
“Integritas adalah kunci utama dalam pencegahan korupsi,” tegsnya.
Selain integritas, Eddy juga menjelaskan dua kunci penting lain dalam pencegahan korupsi yaitu akuntabilitas dan transparasni
“United Nations Convention against Corruption mengamanakan tiga kunci utama dalam pemberantasan korupsi yaitu integritas, akuntabilitas dan transparansi,” ucap Eddy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.