Seperti ingin meluruskan pernyataan sebelumnya yang sempat membuat kontroversi, Surahman juga mengatakan bahwa PKS ingin fokus meringankan ekonomi masyarakat yang terdampak pandemi dengan membagikan 1,7 juta paket sembako bagi masyarakat yang kesulitan ekonomi.
Komisi Nasional (Komnas) Antikekerasan terhadap Perempuan pun meminta PKS berbenah diri meskipun telah mencabut anjuran poligami.
PKS tidak cukup mencabut aturan tanpa melakukan langkah perbaikan dan mengedepankan perspektif keadilan gender.
Komnas Perempuan juga meragukan alasan awal anjuran berpoligami telah mendapat kajian dari pengurus perempuan PKS.
Jangan-jangan klaim tersebut hanyalah justifikasi dari keinginan kader laki-laki yang ingin berpoligami (Cnnindonesia.com, 1/10/2021).
Jelang pemilihan umum serentak di 2024 mendatang, pengelolaan manajemen kepartaian tanpa mengedepankan azas kepatutan dan keadilan dengan segala perspektifnya sama saja dengan membawa partai ke dalam krisis kepercayaan.
Pemilu mendatang sangat jauh berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Orientasi pemilih di pemilu mendatang lebih cenderung dinamis dengan mengedepankan sensitivitas keadilan dan logikan berpikir yang bisa diterima dengan nalar.
Bonus demografi di 2024 tidak saja melahirkan pemilih yang kritis tetapi juga “nyinyir” dengan isu-isu menyangkut keadilan, gender, lingkungan, sosial dan lain-lain.
Salah membawa kebijakan partai maka sama saja menempatkan partai dalam lingkup dan segmentasi yang sempit.
Kebijakan PKS ibarat salah launching produk fashion. PKS me-launching old fashion sementara yang sedang ngetren adalah casual dan sporty fashion.
Akibatnya, produk busana tidak laku dan dijauhi calon pembeli. Kali ini saya meminjam istilah putri saya yang tengah menekuni kuliah fashion bussiness di Australia.
Di saat masyarakat jengah dengan “kelakuan” partai-partai yang ada, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menunjukkan ketegasan yang selama ini absen dalam manajemen kepartaian.
PSI dengan berani memecat kadernya yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Viani Limardi.
Alasannya, Viani yang anggota Komisi D DPRD DKI itu diduga melakukan penggelembungan pelaporan penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk kegiatan reses.
Selain itu, Viani juga dianggap tidak memberikan teladan dalam hal kepatuhan aturan ganjil genap berlalulintas di masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Pemecatan Viani dilakukan per 26 September 2021 kemarin. Sontak saja, Viani tidak terima dengan pemecatan dan berencana melakukan gugatan hukum.
Publik merasa terperangah mengingat kesalahan Viani ini sebetulnya “lumrah” dilakukan oleh kader-kader di partai-partai lain.
Yang membedakan, di partai-partai lain semua orang bersikap "tahu sama tahu". Sementara, PSI tak mau kompromi.
Permainan me-mark up laporan reses jamak dilakukan oleh anggota Dewan sejak zaman kuda gigit besi. Demikian pula soal arogansi anggota dewan yang melanggar aturan lalu lintas. Itu hal yang biasa selama ini.
Saya jadi teringat dengan debat kusir yang terjadi antara orang yang mengaku anggota dewan (padahal sudah tidak terpilih lagi) dengan polisi lalu lintas di Kawasan Tebet, Jakarta Selatan beberapa tahun yang lalu.