Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Sebut 3 Kasus Pelanggaran HAM Berat Sudah di Pengadilan, 12 Lainnya Belum Jelas

Kompas.com - 04/10/2021, 15:45 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan, dari 15 kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, baru 3 kasus yang sudah sampai pada pengadilan.

Sementara untuk 12 kasus lainya, Komnas HAM dan Kejaksaan Agung belum satu kata untuk melanjutkannya ke pengadilan.

"Dari 15 kasus, tiga sudah ke pengadilan, 12 masih bolak balik antara Komnas HAM dan Jaksa Agung," kata Taufan dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan Komnas HAM, Senin (4/10/2021).

Taufan menjelaskan, tiga peristiwa yang telah ditindaklanjuti dengan penyidikan dan pemeriksaan di pengadilan, yakni kasus Timor-Timur tahun 1999, Tanjung Priok tahun 1984, dan Abepura tahun 2000.

Baca juga: Contoh Pelanggaran HAM Berat di Indonesia

Namun, 12 peristiwa pelanggaran HAM berat tersebut tak dijabarkan detail oleh Taufan.

Dia menambahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam beberapa pertemuan sudah menugaskan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD untuk berkoordinasi dengan Komnas HAM dan Jaksa Agung.

"Sudah ada beberapa pertemuan antara Menko Polhukam, Komnas HAM, dan Jaksa Agung, tapi untuk penyelesaian Yudisial belum ada kata sepakat," katanya.

Sementara, untuk penyelesaian non-yudisial disebut bakal diselesaikan lewat tim khusus yang digodok Komnas HAM, Kantor Staf Kepresidenan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kemenko Polhukam.

"Komnas HAM juga sudah keluarkan satu guideline untuk pemenuhan hak-hak korban dan keluarga korban untuk jadi acuan jika itu nanti dijalankan. Presiden juga kemungkinan akan mengeluarkan satu SK (Surat Keputusan) untuk tim khusus bekerja menyelesaikan kasus non yudisial ini, selain menunggu penyelesaian yang yudisial," imbuh dia.

Baca juga: KASUM: Pembunuhan Munir adalah Pelanggaran HAM Berat

Berdasarkan catatan Kompas.com, 12 pelanggaran HAM berat masa lalu itu di antaranya Peristiwa Penembakan Misterius 1982 hingga 1985, Peristiwa Talangsari 1989, dan Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II yang terjadi pada 1998 hingga 1999.

Kemudian, Kerusuhan Mei 1998, Penghilangan Paksa 1997 hingga 1998, Peristiwa 1965 hingga 1966, Kasus Pembunuhan Dukun Santet 1999, Peristiwa Wasior, Wamena 2002 dan 2003.

Selanjutnya, Peristiwa Paniai pada 2004, Pelanggaran HAM berat Simpang KAA, Aceh pada 1998, serta Peristiwa Rumah Geudong dan Peristiwa Jambo Keupok pada 2003.

Pada Agustus lalu, diberitakan Kompas.com, Taufan meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin menindaklanjuti berkas 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Ke-12 pelanggaran HAM berat tersebut telah selesai diselidiki Komnas HAM dan hasilnya sudah diserahkan kepada Kejaksaan Agung.

Baca juga: Calon Hakim Agung Artha Theresia: Jika Gagal Tangani Pandemi, Pemerintah Tak Lakukan Pelanggaran HAM Berat

"Komnas HAM RI terus mendorong dan berkoordinasi dengan Jaksa Agung untuk menindaklanjuti 12 berkas peristiwa yang telah selesai diselidiki oleh Komnas HAM RI sesuai mandat Undang-Undang 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Aak Asasi Manusia," ujar Taufan dalam Peluncuran Laporan Tahunan Komnas HAM Tahun 2020, Kamis (12/8/2021).

Dia mengatakan, Komnas HAM juga terus mencari dan mengusulkan format terbaik untuk menyelesaikan belasan kasus pelanggaran HAM berat tersebut.

Menurutnya, langkah penyelesaian kasus-kasus tersebut dilakukan secara menyeluruh sesuai dengan prinsip dan norma HAM.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com