Pada 2012 perseteruan kembali terjadi. Kali ini kasusnya adalah korupsi simulator SIM yang menjerat 2 jenderal polisi.
Gedung KPK sempat didatangi pasukan Brimob dan sejumlah penyidik polisi yang hendak menangkap penyidik KPK Novel Baswedan atas kasus dugaan penganiayaan yang terjadi pada 2004.
Tiga tahun kemudian, pada 2015, kembali konflik terjadi. Dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, jadi tersangka.
Bahkan, pasca-revisi Undang-undang KPK, muncul suara yang mengatakan bahwa KPK kini wujudnya masih Cicak yang di dalamnya berisi Buaya. Salah satunya diserukan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati.
Tak bisa dipungkiri, ada bara dalam sekam pada relasi KPK dan Polri. Sumber AIMAN di keluarga besar Polri menyebut, mayoritas polisi di Mabes Polri menolak kedatangan calon keluarga baru eks KPK.
Terlebih, sebagian dari mereka adalah eks anggota Polri yang dengan sukarela sudah menyatakan keluar dari institusi.
Menanggapi persoalan ini, Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman optimistis bahwa resistensi di tubuh Polri ini bisa diatasi.
Ia justru yakin bergabungnya 58 eks KPK ini akan memperkuat Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Sigit.
"Ini cara cerdas yang disampaikan oleh Kapolri. Saya bisa katakan ini merupakan gaya (berkomunikasi) Solo," ungkap Boyamin. Ia menolak menjelaskan lebih gamblang apakah yang ia maksud Solo ini adalah Presiden Jokowi.
Apa yang akan terjadi ke depan memang serba belum pasti. Bagaimana proses rekrutmen Polri terhadap 58 eks pegawai KPK masih jadi pertanyaan.
Namun, ada mekanisme regulasi yang mungkin dijadikan ruang rekrutmen. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 pada Pasal 3 ayat 1 menyebutkan, "Presiden berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS."
Bagaimana pula pembagian tugas dan wewenang. Mereka akan ditempatkan di posisi apa? Apa job desk-nya? Masih banyak lagi pertanyaan di luar kemungkinan gesekan di internal kepolisian.
Tampaknya memang bukan jalan datar yang akan ditempuh menuju ke sana. Perang informasi diprediksi bakal mewarnai proses-proses pengalihan ini ke depan.
Namun, pertanyaan mendasarnya tetap sama, persoalan TWK yang mengeliminasi 58 orang pegawai KPK ini murni terkait soal pemberantasan korupsi atau politis?
Apapun jawabannya, kita hanya bisa berspekulasi. Yang penting, bagaimana kita sebagai warga negara membantu agar negara ini lebih baik.
Benar juga apa yang dikatakan seorang teman saya, "Untuk mengubah negara kita perlu agen-agen perubahan. Semakin banyak agen pemberantasan korupsi menyebar di banyak institusi, semakin cepat perubahan terjadi."
Saya Aiman Witjaksono.
Salam!