JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai, DPR dan pemerintah semestinya tidak menambah beban Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021 dengan memasukkan empat rancangan undang-undang (RUU).
Menurut Direktur Advokasi dan Jaringan PSHK Fajri Nursyamsi, dengan sisa waktu pembahasan tiga bulan, seharusnya DPR dan pemerintah segera mengesahkan Prolegnas Prioritas 2022.
"PSHK mendesak agar DPR bersama dengan Pemerintah segera mengesahkan Prolegnas 2022 agar keterlambatan penyusunan dan pengesahan prolegnas sebagaimana yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya tidak terulang kembali," kata Fajri, dalam siaran pers, Jumat (1/10/2021).
Baca juga: DPR Tetapkan 37 RUU Masuk Prolegnas Prioritas 2021 Hasil Evaluasi Baleg, Ini Daftarnya
Fajri mempertanyakan keputusan DPR dan pemerintah yang memasukkan empat RUU baru dalam Prolegnas Prioritas 2021. Sementara, batas waktu untuk menyusun dan menetapkan Prolegnas Prioritas 2022 tinggal sebentar lagi.
Ia menjelaskan, penyusunan dan penetapan prolegnas prioritas tahunan dilakukan setiap tahun sebelum penetapan RUU tentang APBN. Hal ini berdasarkan Pasal 20 ayat (6) UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Sementara, Pasal 15 ayat (4) UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, penetapan RUU APBN dilakukan selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan. Sehingga, RUU APBN sudah harus disahkan pada akhir Oktober setiap tahunnya.
"Itu artinya, prolegnas prioritas tahunan sudah harus disahkan selambat-lambatnya sebelum 31 Oktober setiap tahunnya," tutur dia.
Baca juga: Kekecewaan dan Kritik Setelah RUU Perampasan Aset Tindak Pidana Tak Masuk Prolegnas Prioritas
Berdasarkan catatan PSHK, selama tujuh tahun terakhir, hanya satu kali DPR bersama pemerintah mengesahkan prolegnas prioritas tahunan sesuai ketentuan UU, yakni pada 2019.
Fajri mengatakan, keterlambatan evaluasi dan pengesahan perubahan Prolegnas Prioritas 2021 dapat menyebabkan pelanggaran atas ketentuan tersebut kembali terulang.
"Hal ini akan semakin menurunkan kewibawaan prolegnas sebagai dokumen perencanaan yang harus menjadi rujukan dalam pelaksanaan kinerja DPR dan pemerintah," kata dia.
Menurut Fajri, kondisi semakin buruk ketika jumlah RUU yang ditetapkan dalam prolegnas perubahan terlalu ambisius untuk diselesaikan hingga akhir tahun.
Ia menilai DPR dan pemerintah tidak belajar dari pengalaman dalam menetapkan target pembentukan RUU dalam prolegnas serta tidak mengukur kemampuan dalam membentuk undang-undang.
Baca juga: Tak Masuk Prolegnas, RUU Perampasan Aset Batal Jadi Solusi untuk Buat Jera Koruptor
"Alih-alih melakukan koreksi atas beban prolegnas yang telah ditetapkan, DPR bersama dengan pemerintah justru menggunakan momentum evaluasi prolegnas untuk menambah beban," kata Fajri.
"Padahal bila merujuk pada capaian kinerja legislasi sebelumnya, beban 33 RUU dalam Prolegnas 2021 sebelum dilakukan evaluasi sudah sangat berat dan tak mungkin terselesaikan," ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, DPR menyetujui perubahan Prolegnas Prioritas 2021 dengan menambah empat RUU yang baru masuk dalam daftar.
Penambahan tersebut membuat DPR menetapkan 37 RUU Prolegnas Prioritas 2021, dari sebelumnya berjumlah 33 RUU yang ditetapkan pada Rapat Paripurna 23 Maret 2021.
Adapun empat RUU yang baru masuk ke Prolegnas Prioritas 2021 itu adalah revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, revisi Undang-Undang Pemasyarakatan, revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta revisi Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.