JAKARTA, KOMPAS.com - Novel Baswedan menjadi salah satu pegawai KPK yang diberhentikan dengan hormat hari ini, Kamis (30/9/2021).
Ia dan 56 rekannya diberhentikan karena dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai bagian dari alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Novel memulai kariernya di KPK pada tahun 2007. Saat itu, Mabes Polri yang menugaskan Novel bertugas di lembaga antirasuah tersebut.
Baca juga: Jalan Panjang Novel Baswedan di KPK dan Mata Kirinya yang Jadi Bukti Perjuangan
Setelah tujuh tahun berselang, pria lulusan Akademi Kepolisian tahun 1998 ini kemudian diangkat oleh KPK sebagai penyidik tetap. Selama menjadi penyidik KPK, Novel tercatat menangani sejumlah kasus mega korupsi.
Kasus-kasus yang ditanganinya itu kemudian membawa ancaman demi ancaman kepadanya.
Mulai teror dari kriminalisasi hingga kecelakaan lalu lintas yang diduga disengaja. Yang paling keji adalah ketika Novel disiram dengan air keras tepat di wajahnya dan menyebabkan kebutaan pada mata kiri Novel.
Baca juga: Akankah Jokowi Akhiri Kebungkaman soal TWK KPK?
Berikut Kompas.com rangkum sejumlah kasus besar yang pernah ditangani Novel Baswedan saat menjadi penyidik KPK.
Korupsi benih benur lobster
Kasus paling terbaru yang ditangani oleh Novel adalah kasus suap terkait pengurusan izin budi daya lobster dan ekspor benih benur lobster (BBL) yang menjerat Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo pada 2020.
Dalam kasus ini, Edhy telah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Ia dinilai oleh hakim terbukti menerima suap sebesar Rp 25,7 miliar dari para eksportir BBL.
Baca juga: Eks Menteri KP Edhy Prabowo Divonis 5 Tahun Penjara
Akibat perbuatannya itu, Edhy dihukum lima tahun penjara dan saat ini ia tengah menjalani masa hukummnya.
Selain itu, Edhy dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 9,68 miliar dan 77.000 dollar AS subsider dua tahun penjara.
Majelis hakim juga mencabut hak politik Edhy selama tiga tahun terhitung sejak ia selesai menjalankan masa pidana pokok.
Novel juga terlibat dalam menangani kasus mega korupsi e-KTP yang merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun. Awalnya, kasus ini ditangani oleh KPK pada tahun 2004.
Namun sempat terhenti dan dilanjutkan kembali pada 2016.
Total ada 14 orang yang ditetapkan oleh KPK terlibat dalam kasus ini. Mereka adalah Setyo Novanto, Mantan Ketua DPR 2014-2019; Markus Nari, mantan anggota DPR; Irman, Plt Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri; Sugiharto, Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kementerian Dalam Negeri.
Baca juga: Saat Setya Novanto Bawa Ponsel di Sukamiskin...
Lalu Anang Sugiana Sudiharjo, Direktur Utama PT Quadra Solution; Andi Agustinus alias Andi Narogong, pihak swasta; Made Oka Masagung; pihak swasta; Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Keponakan Setya Novanto Direktur PT Murakabi Sejahtera.
Lalu anggota DPR 2014-2019 Miryam S Hariyani; Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI dan Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya; Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik dan PNS BPPT Husni Fahmi; dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos.
Suap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar
Novel juga berhasil mengungkap kasus Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Akil terbukti menerima suap terkait empat dari lima sengketa Pilkada.
Hakim menyatakan, Akil terbukti menerima suap terkait empat dari lima sengketa pilkada dalam dakwaan kesatu, yaitu Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Kalimantan Tengah (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak di Banten (Rp 1 miliar), Pilkada Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), dan Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp 3 miliar).
Akibat perbuatannya itu, Akil divonis hukuman kurungan seumur hidup.
Cek pelawat Deputi Senior Bank Indonesia
Novel juga berhasil mengungkap kasus suap cek pelawat pada pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia tahun 2004.
Kasus itu menjerat istri mantan Wakil Kepala Polri Komjen (Purn) Adang Daradjatun, Nunun Nurbaeti dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom.
Nunun ditetapkan oleh KPK pada 2011 sementara Miranda pada 2012.
Nunun telah divonis 2 tahun dan 6 bulan kurungan penjara dan telah bebas pada 2014. Saat itu, ia terbukti melakukan suap kepada anggota DPR 1999-2004 sebesar Rp24 miliar dalam pemilihan Miranda sebagai Gubernur Senior Bank Indonesia.
Baca juga: Bebas dari Penjara, Nunun Nurbaeti Gelar Syukuran
Ketika itu, Nunun juga diharuskan membayar denda Rp150 juta yang dapat diganti kurungan tiga bulan.
Sementara Miranda, divonis 3 tahun dan telah bebas juga pada 2015. Saat divonis, Miranda juga harus membayar denda sebesar Rp 100 juta.
Saat itu, Miranda terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan bersama-sama menyuap anggota DPR. Ia memberikan cek pelawat kepada anggota DPR 1999-2004 melalui Nunun Nurbaeti.
Korupsi proyek simulator SIM Korlantas Polri
Novel kterlibat dalam pengungkapan kasus korupsi simulator SIM yang melibatkan sejumlah pejabat kepolisian pada tahun 2012.
Mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Djoko Susilo dan Wakilnya Brigjen (Pol) Didik Purnomo adalah dua nama pejabat yang tersandung kasus tersebut.
Djoko Susilo kemudian divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Baca juga: Perjalanan Kasus Terpidana Korupsi Simulator SIM Djoko Susilo, dari Vonis hingga PK
Di tingkat banding, majelis hakim justru memberatkan vonis Djoko Susilo menjadi 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Kasus tersebut kian melipatgandakan perseteruan antara KPK dengan Polri saat Lemdikpol Komjen Budi Gunawan, ditetapkan sebagai tersangka kasus rekening gendut oleh KPK.
Saat itu, Budi Gunawan merupakan calon tunggal Kepala Kepolisian RI yang ditunjuk oleh Presiden Jokowi.
Baca juga: KPK Terima Aset Rp 88,4 Miliar dari Terpidana Simulator SIM
Budi pun kemudian mengajukan gugatan praperadilan atas penetapannya itu. Ia pun kemudian menang atas gugatannya itu sehingga ia lolos dari status tersangka yang telah ditetapkan oleh KPK.
Meski telah dianggap bersih dari jeratan korupsi, Budi gagal menjadi Kapolri, namun ia dilantik menjadi Wakapolri.
Novel juga sempat menjadi penyidik kasus korupsi yang melibatkan mantan Bendahara Partai Demokrat, M. Nazaruddin. Nazaruddin divonis 6 tahun penjara pada tahun 2016, dan telah menghirup udara bebas pada Agustus 2020.
Saat itu, dari Nazaruddin kasus Korupsi Wisma Atlet SEA Games Palembang diselidiki oleh Novel.
Selain Nazaruddin, sejumlah pihak yang juga terlibat dalam kasus itu adalah Angelina Sondakh, Direktur utama PT DGI Dudung Purwadi, dan Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet Rizal Abdullah.
KPK menduga ada penggelembungan harga yang mengakibatkan kerugian negara Rp25 miliar akibat kasus tersebut. Dari Manajer Pemasaran PT DGI Idris, Nazaruddin diduga menerima Rp 23.119.278.000.
Baca juga: Kisah Panjang Nazaruddin: Kasus Wisma Atlet, Red Notice Interpol, hingga Sel Mewah di Sukamiskin
Idris juga telah divonis dua tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan. Hal tersebut lantaran Rizal menerima uang ucapan terima kasih, karena PT DGI memenangi pengerjaan proyek wisma atlet SEA Games.
Sedangkan Nazaruddin yang kala itu menjadi anggota DPR, membantu meloloskan kemenangan PT DGI.
Sedangkan Angelina Sondakh, MA mengabulkan Pengajuan Kembali, vonis yang awalnya selama 12 tahun penjara dikurangi menjadi 10 tahun, ditambah denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.