JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad menilai, diberhentikannya 57 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) merupakan kerugian besar negara.
Ia mengaku memahami betul kinerja dan integritas 57 pegawai tersebut dalam pemberantasan korupsi.
“Mereka ini yang menjaga budaya organisasi di KPK yang kuat yaitu integritas. Jadi negara sangat rugi kalau tidak menyelamatkan mereka,” kata Samad pada Kompas.com, Kamis (30/9/2021).
“Membiarkan mereka berhenti (bekerja) di KPK itu sama saja tidak menyelamatkan pemberantasan korupsi,” ucap dia.
Baca juga: Pegawai KPK yang Dipecat Deklarasikan Indonesia Memanggil 57 Institute
Abraham Samad menjabat sebagai Ketua KPK periode 2011-2015.
Kala itu, Samad ditemani oleh empat orang Komisioner yaitu Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas, Adnan Pandupraja, dan Zulkarnain.
Samad masih berharap Presiden Joko Widodo akan mengambil sikap terkait pemberhentian 57 pegawai ini.
“Kita masih tetap berharap ada putusan tetap dari Presiden untuk menyelamatkan para pegawai ini,” kata dia.
Ia menegaskan, persoalan para pegawai yang dianggap tak lolos TWK bukan sekedar tentang tempat pekerjaan.
Namun, yang menjadi persoalan adalah alasan pemberhentian pegawai tersebut melalui mekanisme TWK yang dinilai problematik.
“Karena yang menjadi masalah adalah proses pemberhentiannya itu. Maka harus dikembalikan harkat dan martabatnya (57 pegawai) sebagai pegawai KPK,” imbuh dia.
Baca juga: Pegawai KPK yang Dipecat Deklarasikan Indonesia Memanggil 57 Institute
Sebanyak 57 pegawai KPK yang tak lolos TWK gagal menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Berdasarkan revisi Undang-undang KPK yaitu UU Nomor 19 Tahun 2019 pegawai KPK harus beralih status menjadi ASN.
Pimpinan KPK kemudian membuat Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 yang mensyaratkan bahwa alih status pegawai mesti melewati mekanisme TWK.
Para pegawai merasa bahwa TWK itu penuh kejanggalan, mulai dari pertanyaannya yang dinilai mengandung unsur SARA, disriminatif dan melanggar HAM.