Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 30/09/2021, 14:25 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Hingga 57 pegawai KPK yang tak lolos TWK resmi dipecat hari ini, 30 September 2021, Presiden Joko Widodo belum menentukan sikapnya.

Pada 17 Mei 2021, presiden pernah mengatakan agar hasil TWK tak serta-merta dijadikan dasar pemberhentian pegawai. Selain itu, peralihan status kepegawaian tak boleh sampai merugikan hak pegawai KPK.

Namun, arahan presiden itu diabaikan setelah KPK beserta sejumlah kementerian/lembaga terkait tetap akan memberhentikan 51 pegawai KPK yang tak lolos TWK. Jokowi pun tak berkomentar meski perintahnya itu diabaikan oleh KPK dan sejumlah lembaga.

Baca juga: 51 Pegawai KPK Diberhentikan, Pemerintahan Jokowi Dinilai Tak Prioritaskan Pemberantasan Korupsi

Sebelumnya, sebanyak 1.351 pegawai KPK yang mengikuti TWK. Namun, dari jumlah itu, hanya 1.274 di antaranya yang dinyatakan memenuhi syarat, sedangkan 75 tidak.

Dari 75 pegawai yang tidak lulus tersebut, 51 di antaranya dinilai merah dan akan diberhentikan dengan hormat.

Dari 51 pegawai tersebut, ada satu pegawai yang memasuki purnatugas per Mei 2021, sehingga pegawai itu tidak ikut diberhentikan dengan hormat.

Sementara itu, ada 24 pegawai lainnya dianggap masih bisa dibina dan diberi kesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) bela negara.

Baca juga: 51 Pegawai KPK Dilabeli Merah, Giri: Apakah Kita Lebih Buruk dari Teroris?

Namun, dari 24 pegawai tersebut, hanya 18 orang yang bersedia mengikuti diklat dan lulus menjadi ASN. Dengan begitu, jumlah pegawai yang diberhentikan adalah sebanyak 56 orang.

Pada 30 September 2021 diketahui jumlah pegawai yang tak lolos TWK tersebut bertambah satu orang, sehingga total pegawai yang akan diberhentikan dengan hormat pada 30 September 2021 adalah sebanyak 57 orang.

Kemudian pada 16 Agustus 2021, Komnas HAM merilis temuan 11 pelanggaran HAM dalam proses pelaksanaan TWK.

Komnas HAM lantas merekomendasikan kepada presiden selaku pembina kepegawaian tertinggi untuk mengambil alih seluruh proses penyelenggaraan TWK pegawai KPK.

Salah satunya, presiden diminta memulihkan status pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk dapat diangkat menjadi ASN.

Ombudsman RI (ORI) juga menemukan malaadministrasi berlapis dalam pelaksanaan TWK yang dirilis 21 Juli lalu.

Atas temuan itu, ORI meminta ketua KPK dan kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) melakukan empat tindakan korektif. Salah satunya, 75 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos TWK untuk dialihkan statusnya menjadi ASN sebelum tanggal 30 Oktober 2021.

Jokowi menghormati temuan Komnas HAM dan ORI tersebut. Meski begitu, ia belum akan melaksanakannya.

Baca juga: Kisah Pegawai Terakhir yang Disingkirkan KPK, TWK Susulan dan Pertanyakan Pimpinan

Ia menyatakan menanti putusan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung soal peralihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara terlebih dahulu.

"Saya enggak akan jawab, tunggu keputusan MA dan MK," kata Jokowi ketika bertemu di hadapan sejumlah pemimpin redaksi media di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (15/9/2021).

Saat itu, MK sedang menyidangkan perkara uji materi Pasal 69B Ayat (1) dan Pasal 69C Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, yang mengatur ketentuan bahwa pegawai KPK harus menjadi ASN. Gugatan diajukan KPK Watch Indonesia.

MA juga tengah menguji Peraturan KPK No 1/2021 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN. Sayangnya, setelah MA dan MK mengeluarkan putusan, Jokowi pun masih belum bersikap.

MK dan MA menegaskan bahwa TWK tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Ada Penistaan HAM dan Malaadministrasi dalam TWK KPK, Jokowi Diminta Segera Bersikap

Adapun MA menolak permohonan uji materi Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 yang diajukan oleh pegawai KPK. Perkom ini menjadi dasar pelaksanaan TWK sebagai bagian dari alih status pegawai KPK menjadi ASN.

Sementara itu, MK menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK terkait pasal peralihan status pegawai.

Terakhir, Jokowi hanya berkomentar soal persoalan ini pada pertemuannya dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa, Kamis (16/9/2021).

Saat itu Jokowi mengatakan, pihak berwenang yang berhak menjawab persoalan alih status pegawai KPK adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB).

Oleh karena itu, Jokowi mengingatkan agar segala persoalan jangan kemudian selalu dilimpahkan atau ditarik ke presiden.

"Jangan apa-apa ditarik ke presiden. Ini adalah sopan-santun ketatanegaraan. Saya harus hormati proses hukum yang sedang berjalan," katanya.

Jokowi dinilai tak tertarik dengan TWK KPK

Bungkamnya Jokowi sejak awal polemik TWK hingga 57 pegawai KPK itu resmi dipecat banyak disorot lintas profesi. Jokowi tidak bersikap dinilai karena tidak tertarik dengan polemik TWK pegawai KPK.

Ketidaktertarikan itu, menurut Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra, terlihat dari pidato kenegaraan Jokowi dalam Sidang Tahunan MPR/DPR 16 Agustus 2021 di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat.

“Saya kira Presiden Jokowi tidak menunjukan minat pada KPK, tidak hanya soal TWK, tapi dalam pidato kenegaraannya juga tak menyinggung soal korupsi,” ujar Azra dalam diskusi virtual yang diadakan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Baca juga: Azyumardi Azra: Jokowi Tak Minat dengan KPK, Pidato Kenegaraannya Tak Singgung soal Korupsi

Azra juga menduga bahwa pernyataan Jokowi terkait polemik TWK pegawai KPK hanya lip service semata.

Sebab Jokowi hanya diam saja ketika Pimpinan KPK memutuskan untuk memberhentikan 57 pegawai berstatus Tak Memenuhi Syarat (TMS) menjadi ASN.

Sementara Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman berkeyakinan bahwa Jokowi akan segera bersikap untuk menyelesaikan polemik TWK.

“Saya yakin Pak Jokowi mendengarkan aspirasi ini, memperhatikan dengan cermat dan akan mengambil langkah yang terukur untuk menyelamatkan pemberantasan korupsi,” kata Boyamin pada Kompas.com, Selasa (28/9/2021).

Baca juga: Soal TWK Pegawai KPK, Jubir Jokowi: Presiden Hormati Kesopanan Ketatanegaraan

Ia menilai saat ini Jokowi masih bungkam untuk mencermati dan mempertimbangkan pengambilan sikap dengan bijak.

Sedangkan menurut Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman, Jokowi mengutamakan kesopanan dalam ketatanegaraan dengan menghormati putusan MA dan MK terkait hal ini.

"Jadi presiden, beliau mengatakan, saya menghormati kesopanan dalam ketatanegaraan. Jadi beliau menghormati putusan yang diambil oleh MK maupun oleh MA," ujar Fadjroel di Istana, Selasa (28/9/2021).

Baca juga: Pusako Duga Jokowi Tidak Baca Seluruh Putusan MA dan MK soal TWK KPK

Jokowi, kata Fadjroel, tahu betul bahwa KPK merupakan lembaga independen. Meski berada dalam rumpun eksekutif, lembaga antirasuah itu memiliki wewenang sendiri sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang.

Independensi serupa juga dimiliki oleh berbagai lembaga negara lainnya seperti Komnas HAM dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Mereka lembaga otonom dan berhak melaksanakan aktivitas sesuai dengan wewenang mereka yang diberikan oleh UU," kata Fadjroel.

Dinilai jadi sikap Jokowi

Komnas HAM pun kemudian menilai bahwa setujunya Jokowi terhadap terhadap rencana Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang ingin merekrut 56 pegawai KPK menjadi ASN Polri merupakan cerminan sikap Presiden Jokowi.

“Ide yang ditawarkan oleh Kapolri jika dipahami secara mendalam dapat diartikan sebagai sikap presiden,” ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam kepada Kompas.com, Rabu (29/9/2021).

Oleh karena itu, menurutnya penting bagi Komnas HAM untuk mendapatkan penjelasan dari presiden secara langsung apakah usulan Listyo tersebut merupakan bagian dari temuan dan rekomendasi Komnas HAM atau tidak.

“Jika ini bagian dari temuan dan rekomendasi Komnas HAM apakah pelaksanaan sebagian atau seluruhnya,” kata Anam.

Baca juga: 56 Pegawai KPK Bakal Direkrut Jadi ASN Polri, Komnas HAM Nilai sebagai Sikap Presiden

Lebih lanjut Anam mengatakan, penjelasan itu diperlukan untuk mengetahui jika Jokowi berpedoman dengan menggunakan rekomendasi Komnas HAM, apakah rekomendasi itu dijalankan seluruhnya atau sebagian.

Anam mengingatkan jika 56 pegawai KPK itu hendak direktut ke instansi kepolisian, maka statusnya tetap peralihan menjadi ASN.

“Artinya sistem umum bagi ASN yang melamar tidak boleh diterapkan,” katanya.

Ia juga menegaskan bahwa temuan pelanggaran HAM dalam penyelenggaraan TWK salah satunya lahir dari proses yang melanggar hukum, terselubung dan ilegal.

“Kondisi ini harus dijadikan konteks dasar dalam kebijakan presiden,” jelasnya.

Baca juga: Ingin Bertemu Jokowi, Komnas HAM Mau Pastikan Apakah Perekrutan 56 Pegawai KPK oleh Kapolri Bagian dari Rekomendasi Mereka

Terakhir, Anam menyebutkan bahwa ia tetap menjadikan rekomendasi Komnas HAM sebagai rujukan utama melihat polemik TWK.

“Dan kami berharap mendapat penjelasan langsung presiden, terkait penjelasan substansi Kapolri,” ucap Anam.

Lantas, apakah setelah ini Jokowi akan mengakhiri kebungkamannya?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

RUU Jakarta Mulai Dibahas jelang Pemindahan Ibu Kota ke IKN

RUU Jakarta Mulai Dibahas jelang Pemindahan Ibu Kota ke IKN

Nasional
BERITA FOTO: Simulasi Perang Khusus Awali Penyematan Brevet Kopaska

BERITA FOTO: Simulasi Perang Khusus Awali Penyematan Brevet Kopaska

Nasional
Ditjen HAM Sebut 60 Persen Tahanan di Indonesia Terkait Kasus Narkotika

Ditjen HAM Sebut 60 Persen Tahanan di Indonesia Terkait Kasus Narkotika

Nasional
BERITA FOTO: Alkes Bekas RSDC Wisma Atlet Kemayoran Akan Dihibahkan

BERITA FOTO: Alkes Bekas RSDC Wisma Atlet Kemayoran Akan Dihibahkan

Nasional
Amnesty International Menilai Ada Ego Kelompok dalam Penolakan Timnas Israel

Amnesty International Menilai Ada Ego Kelompok dalam Penolakan Timnas Israel

Nasional
BERITA FOTO: Nakes dan Relawan RSDC Wisma Atlet Kemayoran Dipulangkan

BERITA FOTO: Nakes dan Relawan RSDC Wisma Atlet Kemayoran Dipulangkan

Nasional
Usman Hamid Kenang Perjuangan Almarhum Glenn Fredly Bebaskan Tahanan Politik Papua

Usman Hamid Kenang Perjuangan Almarhum Glenn Fredly Bebaskan Tahanan Politik Papua

Nasional
Pentingnya Memastikan Nilai Jenama Lokal dan Idealisme di Dalamnya

Pentingnya Memastikan Nilai Jenama Lokal dan Idealisme di Dalamnya

Nasional
BERITA FOTO: RSDC Wisma Atlet Kemayoran Resmi Ditutup

BERITA FOTO: RSDC Wisma Atlet Kemayoran Resmi Ditutup

Nasional
Sidang Praperadilan Lukas Enembe Lawan KPK Digelar 10 April 2023

Sidang Praperadilan Lukas Enembe Lawan KPK Digelar 10 April 2023

Nasional
KPK Klarifikasi Kekayaan Dirlidik Endar Priantoro: Belum Ada Indikasi Apa-Apa

KPK Klarifikasi Kekayaan Dirlidik Endar Priantoro: Belum Ada Indikasi Apa-Apa

Nasional
KSAL: Selain Kekurangan Sea Rider, Prajurit Kopaska di Koarmada III Belum Lengkap

KSAL: Selain Kekurangan Sea Rider, Prajurit Kopaska di Koarmada III Belum Lengkap

Nasional
Jadi Tersangka KPK, Lukas Enembe Ajukan Praperadilan

Jadi Tersangka KPK, Lukas Enembe Ajukan Praperadilan

Nasional
PKS Sindir Prinsip 'Tidak Diskriminatif' FIFA, Coret Rusia dari Piala Dunia tapi Israel Tidak

PKS Sindir Prinsip "Tidak Diskriminatif" FIFA, Coret Rusia dari Piala Dunia tapi Israel Tidak

Nasional
KPK Klarifikasi Kekayaan Pegawai Pajak hingga Kepala Daerah Pekan Depan

KPK Klarifikasi Kekayaan Pegawai Pajak hingga Kepala Daerah Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke