JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom mengatakan, bangsa Indonesia kehilangan seorang putra terbaiknya, Sabam Sirait, yang meninggal pada Rabu (29/9/2021) pukul 22.37 WIB.
Gomar mengenang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI itu sebagai seorang yang mampu hadir menjadi "imam" di tengah karut-marut perpolitikan bangsa.
"Pelintas batas itu telah pergi. Seorang politisi senior yang konsisten dengan komitmen politiknya untuk menegakkan demokrasi dan memperjuangkan aspirasi rakyat," kata Gomar dalam keterangannya, Kamis (30/9/2021).
Almarhum, kata Gomar, tak kenal lelah dan tak kenal takut untuk menegakkan demokrasi dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Masyarakat politik Indonesia, kata dia, sempat menjulukinya “Mr Interupsi”.
Baca juga: Keluarga Belum Putuskan Waktu Pemakaman Jenazah Sabam Sirait
"Betapa tidak, di masa pemerintahan Orde Baru yang hegemonic itu, dia pernah menginterupsi persidangan MPR RI, sesuatu yang sangat mengejutkan ketika itu," kenang Gomar.
Padahal, menurutnya, semua mengetahui bahwa ketika itu berlaku pemeo mufakat terlebih dulu, baru musyawarah untuk MPR.
"Sehingga, agenda persidangan selalu bak prosesi yang sudah diatur alur percakapannya," ucapnya.
Namun, menurut Gomar, begitulah sosok pria yang akrab disapanya "Bang Sabam" itu.
Ia berpandangan, Sabam merupakan politisi tiga zaman, mulai dari masa Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi, yang menyediakan diri berjuang menegak demokrasi, apa pun taruhannya.
Sebagai seorang politisi di tengah masyarakat majemuk, lanjut Gomar, Sabam menolak untuk menyembunyikan kesaksian imannya sebagai seorang kristiani.
Baca juga: Profil Sabam Sirait, Pendiri PDI-P yang Malang Melintang di Parlemen
Namun, pada saat yang sama, Sabam juga menolak untuk membatasi karya perjuangan iman hanya lewat lembaga gerejani.
Bagi Sabam, jelas Gomar, karya dan kehadiran iman kristiani terlalu luas, sehingga tak harus dibatasi oleh tembok-tembok gereja.
"Dia adalah seorang pelintas batas, yang mampu menembusi sekat-sekat perbedaan," ungkapnya.
Gomar juga mengenang ketika seorang pendeta mengeluh kepada Sabam tentang fenomena penutupan gereja. "Sabam, dengan tegas berkata, 'Lho, ketika kasus Talangsari dan Tanjung Priok banyak umat muslim terbunuh, di mana kalian?'," ucap Gomar menirukan perkataan Sabam.
Sekalipun Sabam berkata demikian, kata Gomar, tetap saja keluhan pendeta itu ditindaklanjutinya.