Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Respons Wakil Ketua MKD soal Rendahnya Tingkat Kepercayaan Publik terhadap DPR

Kompas.com - 28/09/2021, 19:19 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Habiburokhman mengatakan, tingkah laku atau sikap anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan selalu menjadi sorotan publik, terlebih jika menimbulkan polemik.

Hal itu ia sampaikan dalam merespons hasil survei Indikator Politik yang menunjukkan rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap DPR.

"Apa pun yang terjadi sama kita, itu akan sangat mudah diekspos, kemudian ada yang mempolitisasi juga, jadi bulan-bulanan kita," kata Habiburokhman, saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/9/2021).

Baca juga: Perilaku Koruptif Anggota DPR dan Parpol Dinilai Ciptakan Jarak dengan Masyarakat

Ia mencontohkan soal pengadaan multivitamin dengan anggaran Rp 2 miliar yang sempat ramai dibicarakan.

Padahal, ia mengatakan, pengadaan multivitamin tersebut untuk para pegawai atau staf, petugas pengamanan dalam (pamdal), petugas kebersihan dan office boy di DPR.

"Tapi kan kita sudah jadi bulan-bulanan. Di-bully habis-habisan tanpa dikonfirmasi," imbuh dia.

Terkait tingkat kepercayaan publik yang rendah karena produk hukum yang dihasilkan, Habiburokhman mengatakan, manfaat dari regulasi baru bisa dirasakan setelah beberapa lama.

"Saya lihat, kita sulit mengeluarkan keputusan yang secara instan disukai oleh masyarakat. Perlu beberapa waktu keputusan atau produk DPR ini terasa manfaatnya. Contoh paling konkret soal Perppu Nomor 1 Tahun 2020 terkait Covid-19," ungkapnya.

Baca juga: Kepercayaan Publik pada Jokowi dalam Tangani Corona Rendah, Apa Dampaknya?

Dia menjelaskan, pada awalnya persetujuan perppu tersebut dikecam oleh sejumlah pihak karena dianggap dapat meloloskan pelaku tindak pidana korupsi dana penanganan Covid-19.

Namun, kata Habiburokhman, ada kasus tindak pidana korupsi terkait anggaran penanganan Covid-19 yang tetap diadili.

"Seperti kasus Pak Juliari dan kemudian di berbagai daerah juga tetap bisa diproses hukum. Faktanya sekarang pemerintah lebih mudah bergerak dan dengan kemudahan di perppu itu merespons penyelesaian pandemi," ucapnya.

Di sisi lain, ia juga mengeklaim bahwa DPR merupakan lembaga yang tidak pernah mengkriminalisasi terhadap para pengkritik. Anggota Komisi III itu berpandangan, DPR selalu terbuka menerima kritik publik.

"Kita enggak pernah ada orang yang mengkritik DPR lalu mendapat masalah hukum. Orang bebas mengekspresikan, orang lebih jujur soal DPR, menyampaikan ketidaksukaan atau ketidakpuasan mereka," tutur dia.

Baca juga: Merosotnya Kepercayaan Publik pada KPK...

Meski demikian, dia mengapresiasi lembaga survei yang telah merekam tingkat kepercayaan publik yang disebut rendah.

Menurutnya, hasil survei itu akan dijadikan pembelajaran dan evaluasi bagi DPR untuk dapat lebih baik dalam kinerja ke depannya.

Sebelumnya diberitakan, berdasarkan survei Indikator Politik, tingkat kepercayaan publik terhadap DPR sebesar 50 persen. Kemudian, tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik juga rendah, yakni 48 persen.

Selanjutnya, DPD dengan tingkat kepercayaan 52 persen, MPR 57 persen, kejaksaan 61 persen, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 65 persen.

Dalam konferensi pers daring, Minggu (26/9/2021), Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan, tidak mengherankan jika tingkat kepercayaan terhadap DPR dan partai politik selalu rendah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Nasional
Halalbihalal Merawat Negeri

Halalbihalal Merawat Negeri

Nasional
Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com