Hambatan itu, antara lain, tingginya korban yang mencabut laporan/pengaduan serra penafsiran terhadap Pasal 2 tentang ruang lingkup rumah tangga dalam UU PKDRT, khususnya perkawinan tidak tercatat.
Selain itu, aparat penegak hukum belum memiliki perspektif korban dan hak asasi perempuan dan belum maksimalnya penjatuhan pidana tambahan pembatasan gerak pelaku, pembatasan hak-hak tertentu dan mengikuti program konseling.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan, untuk memutus rantai kekerasan dan memulihkan korban, Komnas Perempuan meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Membangun skema nasional aksi penghapusan KDRT di Indonesia.
Baca juga: Komnas Perempuan Dorong Pemerintah Segera Ratifikasi Protokol Operasional Menentang Penyiksaan
Kemudian, meminta Kementerian PPPA menguatkan koordinasi dengan aparat penegak hukum, Komnas Perempuan, serta instansi terkait.
Berikutnya, meminta Mahkamah Agung menerapkan Perma Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum dalam memeriksa kasus-kasus perceraian dengan alasan- alasan KDRT.
Sementara itu, kepada Polri, Komnas Perempuan meminta agar polisi mengutamakan penegakan hukum dan membangun standar norma untuk kasus yang dapat diselesaikan secara restorative justice dalam penyelesaian kasus KDRT.
Selain itu, meningkatan proses penanganan berkoordinasi dengan lembaga-lembaga layanan korban KDRT dan menguatkan kapasitas penyelidik dan penyidik tentang KDRT sebagai kekerasan berbasis gender.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.