JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Hal tersebut disampaikan anggota Komisi III DPR Supriansa yang menjadi perwakilan DPR dalam sidang uji materi UU Pemilu, Senin (27/9/2021).
"Menolak permohonan a quo untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan a quo tidak dapat diterima," kata Supriansa, dalam sidang yang disiarkan secara daring, Senin (27/9/2021).
Baca juga: Eks KPPS Gugat Pasal soal Keserentakan di UU Pemilu ke MK
DPR menilai para pemohon tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan uji materi.
Selain itu, kata Supriansa, seharusnya para pemohon uji materi UU Pemilu memberikan masukan ke DPR atau pemerintah jika ingin mengubah pasal soal keserentakan pemilu. Sebab, DPR dan pemerintah merupakan bagian dari pembentukan undang-undang.
"Sebagai masukan untuk dilakukan perubahan atas penggantian terhadap ketentuan pasal a quo, maupun terhadap pelaksanaan pemilu serentak yang lebih baik ke depannya," ujar dia.
DPR juga meminta MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) dan pasal 347 ayat (1) UU Pemilu tidak bertentangan dengan UU Dasar 1945.
Adapun permohonan tersebut diajukan empat orang, yakni Akhid Kurniawan yang merupakan mantan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada Pemilu 2019.
Kemudian mantan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Dimas Permana Hadi dan Heri Darmawan serta mantan Petugas Pemungutan Suara (PPS) Subur Makmur.
"Pemohon dalam hal ini mengajukan permohonan konstitusionalitas Pasal 167 Ayat 3 dan Pasal 347 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia," dikutip dari permohonan uji materi yang diakses melalui laman www.mkri.id, Selasa (27/4/2021).
Baca juga: Eks Anggota KPPS Gugat Keserentakan Pemilu, Ini Tanggapan DPR
Pemohon mempermasalahkan Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) sepanjang frasa Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak.
Dikutip dari Kompas.id, pemohon meminta MK membatalkan ketentuan pemilu serentak 2024 atau yang lebih dikenal dengan pemilu lima kotak. Mereka menilai pelaksanaan pemilu lima kotak tersebut akan sangat memberatkan petugas penyelenggara pemilihan di lapangan.
Berdasarkan catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait Pemilu 2019, terdapat 894 anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dan 5.175 anggota KPPS yang sakit akibat kelelahan.
Dengan adanya fakta tersebut, menurut pemohon uji materi, format keserentakan pemilu membutuhkan perbaikan dan penataan yang menitikberatkan kepada rasionalisasi beban penyelenggara pemilu.
Mereka juga meminta adanya jaminan keamanan dan kesehatan bagi warga negara yang nantinya berpartisipasi sebagai penyelenggara pemilihan di semua level pada Pemilu 2024. MK diminta mengubah format keserentakan pemilu dengan mengeluarkan pemilu legislatif daerah (DPRD) dari pemilu nasional.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.